Aku merasa aku perlu untuk menulis sesuatu. Menulis ini! Dan
masih terkait dengan tema teman jiwa, postinganku berbulan-bulan lalu.
Kalian tahu bagaimana rasanya tersakiti, disakiti,
menyakiti? Aku tahu. Dan aku yakin kita semua tahu bagaimana rasanya itu, entah
seberapa banyak kadar yang kita rasakan karena pengalaman-pengalaman kita ada
yang serupa tetapi ada pula yang berbeda jauh.
Dalam suatu titik, aku merasa jenuh, lebih tepatnya lelah
dengan relasi ini.
Dalam suatu titik aku menyadari bahwa selama ini aku selalu
mencari, selalu membutuhkan, dan mengusahakan diri untuk selalu ada untuk dia! Untuk
teman jiwaku ini!
Dan layaknya manusia biasa, aku lelah, letih, dan lemah. Lemah
untuk mengada bahkan hanya sekedar menampakkan diri di hadapannya.
Akhirnya aku mengambil keputusan untuk menjauh, mengambil
jarak dari dia, berusaha seminimal mungkin membangun percakapan dengannya. Sulit,
memang. Karena serasa kamu sedang tidak berbicara pada dirimu sendiri. Tidak
berbicara pada sosok yang begitu lengket denganmu. Tetapi, tekadku untuk
mengambil jarak darinya sudah bulat.
Aku bermaksud untuk membuatnya belajar bahwa aku pun lelah,
bahkan untuk membalas smsnya. Lelah untuk selalu menyediakan diri. Karena pernah
sekali ia berkata bahwa aku adalah sosok yang selalu ada ketika dicari. Dan,
lagi-lagi, di satu titik aku sadar bahwa ini akan meghancurkanku perlahan. Menghancurkan
segenap perasaan, pikiran, dan jiwa ini.
Maka, secara sepihak aku yakin benar bahwa menjaga jarak
adalah hal terbaik bagiku untuk pulih dan baginya untuk belajar.
Ia mencariku!
Hatiku tergerak oleh keinginan meng-ada, menyediakan diri
untuk menjawab pencariannya. Tetapi ternyata tekadku masih lebih keras dari
gerakan hati.
Hingga malam itu, ketika dua hari aku membangun jarak
(bayangkan baru dua hari dan aku merasa seperti setahun!), ia mengirimkan pesan
ini:
Teman, adalah hal terbaik yang pernah kumiliki
S'lama hidupku, s'lama masaku
Walau tak mungkin selamanya
S'lalu berdekatan, s'lalu beriringan
Terhalang jarak dan waktu
Untuk bicara, tertawa dan bercanda
Tumpahkan kekesalan
Menangis saatku putus cinta
Chorus:
[Aku mau teman selamanya
Berbagi tangis dan tawa
Tak mau sendiri, merasa sepi
Teman berikan aku ketenangan
Teman buat kurasakan bahagia
Pertemuan yang lama sudah kutunggu
Bebaskan hati ini dari rasa rindu]
teman = teman jiwa
Dan, tanpa ba-bi-bu, air mata ini langsung mengucur deras. Dan
kau tak tahu, wahai soulmate! :D
Kata-kata yang paling meyentuh
adalah Pertemuan yang lama sudah
kutunggu / Bebaskan hati ini dari rasa rindu. Aku merindukannya.
Merindukan sosoknya dengan teramat sangat. Dan hatiku saat itu berteriak, sempatkan waktumu untukku! Untuk bicara,
tertawa dan bercanda. Untuk tumpahkan kekesalan!
Aku butuh rasanya dicari, rasanya
dibutuhkan, dan rasanya menghilang. Agar kamu tahu rasanya mencari, rasanya
membutuhkan, dan rasanya selalu meng-ada, menyediakan diri seperti yang telah
ku lakukan sudah-sudah!
Ayolah, ayo. Pekalah dengan kehadiranku.
Dan aku lega bercampur haru bahwa kau
mengerti dengan keputusanku membangun jarak, ketika [ku rasa] dengan lembut kau
berkata, “jangan pergi ya” dan aku menjawab, jangan larang aku karena memang
aku tak bisa pergi.
Ketika kau berkata bahwa kita memang butuh saat seperti ini. Jadi kita bisa menyadari kalo
kita ga bisa meninggalkan...
"berjalan bersama"
Ya, berjalan bersama.
Dan aku hanya bisa
berterima kasih untuk pengertianmu yang utuh.
Dan di malam ini, kau dalam diam mengajakku
terbang, melepaskan segenap amarah dan kekesalanku terhadapmu. Merasakan angin
yang hampir kita atau aku lupakan, meregangkan kembali kepekaan kita terhadap
kehadiran angin ini, angin kita.
Kelegaan yang bisa kau berikan padaku tanpa
kata, tanpa isyarat, dan tanpa suara dan membiarkan aku sendiri merasakannya.
Dan aku rasa itu!
Jiwa ini akhirnya dengan lega membuka
tangan terhadap pelukan sang angin yang menyejukkan, juga meneduhkan.
Pulih dan kembali meng-utuh, dan Sang Maha
Angin yang menanti keduanya kembali dalam pelukanNya. Sejuk dan teduh.
Kenapa lima kali kita berputar?
Kenapa tidak tujuh atau sepuluh?
Simpel. Karena tiga terlalu sedikit dan
tujuh atau sepuluh terlalu banyak.
Lima kali berputar adalah cukup untuk kita.
Layaknya kita, kita adalah cukup. Tak
kurang, tak lebih.
Dan aku menyukainya.
Dan pada akhirnya aku berkata padamu,
You really know how to make my mood down,
But, you are so expert to make it up and better again.
Thanks a lot.
And I thank God because He sent me a friend like you: my soulmate.
Thanks a lot.
LYB!
Terima kasih untuk kehadiranmu, terima
kasih karena sudah meng-ada untukku.
Terima kasih ini juga tak cukup
menggambarkan rasa syukurku kepada Sang Ilahi yang dengan sadar menciptakan
kita berdua dan menempatkan kita dalam relasi misterius ini.
Terima kasih.
Jogjakarta [ruang 2], 10 Oktober 2013
1.00 am
Ketika sayup lagu Natal terdengar, “Sembah dan puji Dia”
P.S.
Aku sayang.
[yours-rhythm]