Senin, 14 Mei 2012

Home - Lagu Pembawa Rindu

Di sela-sela kesibukan mengerjakan paper akhir semester, aku menikmati berbagai macam lagu yang aku suka. Dan kebanyakan lagu yang berbahasa Inggris, meski aku terbatas dalam bahasa Inggris (jadi malu.. hehe). Wes ta lah, yang penting komposisi musiknya oke di telingaku. Hehe

Lagu yang sedang ku dengar sekarang adalah lagu Home yang dinyanyikan oleh Michael Buble. Salah seorang penyanyi favoritku. One of the two Wonderful Michael for me (Bolton dan Buble). :)

Lagu ini punya kesan sendiri buatku.
Hidup di tanah rantau, bergelut dengan rutinitas pasti, dan komunikasi terbatas dengan orang rumah.
Meski ada hp, bukan berarti setiap hari aku sempat menghubungi mami dan papi di Kupang.

Kesan paling dalam ku dapat sewaktu Desember 2011, sebelum pulang ke rumah.
Sebelumnya aku bertekad untuk tidak merayakan Natal di rumah bersama papi mami.
Namun, hasrat rindu pulang yang entah darimana, akhirnya berhasil membuatku untuk pulang.
Masih jelas diingatanku, seharusnya semua tugas kuliahku selesai tanggal 16 Desember, dan aku bisa meninggalkan Jogja setelahnya.
Namun, karena kebelet pulang, aku pesan tiket pesawat untuk tanggal 14 Desember.
Aku pulang dengan membawa 1 paper yang belum ku selesaikan (paper HPB 1) dan seabrek buku dan fotokopian untuk referensi paper.

Sebelum kepulanganku ke Kupang, lagu Home ini yang menemani hari-hariku dalam mengerjakan paper akhir, ataupun dalam perjalanan menuju dan pulang dari kampus. Sampai-sampai salah seorang temanku mengatakan "di sini nyanyi lagu Home. Ntar kalo udah di rumah, pengen cepet-cepet balik Jogja."
Aku biarkan temanku berkata seperti itu, toh rindu membuncah cukup membuatku tutup mulut untuk melawan argumen temanku. :)

Entah berapa puluh, bahkan mungkin ratusan kali ku putar lagu ini (lebay) baik lewat Hp ku atau laptop. Semuanya demi sedikit meredam rasa rinduku.

So, ini lirik lagunya:

Another summer day
Is come and gone away
In Paris and Rome
But I want to go home
Mmmmmmmm

Maybe surrounded by
A million people I
Still feel all alone
I just want to go home
Oh I miss you, you know

And I've been keeping all the letters that I wrote to you
Each one a line or two
"I'm fine baby, how are you?"
Well I would send them but I know that it?s just not enough
My words were cold and flat
And you deserve more than that


Another aeroplane
Another sunny place
I'm lucky I know
But I want to go home
Mmmm, I've got to go home

Let me go home
I'm just too far from where you are
I want to come home

And I feel just like I'm living someone else's life
It's like I just stepped outside
When everything was going right
And I know just why you could not 
Come along with me
But this was not your dream
But you always believe in me

Another winter day has come 
And gone away
And even Paris and Rome
And I want to go home
Let me go home

And I'm surrounded by
A million people I
Still feel alone
Oh, let go home
Oh, I miss you, you know

Let me go home
I've had my run
Baby, I'm done
I gotta go home
Let me go home
It will all right
I'll be home tonight
I'm coming back home



Lirik yang ku cetak tebal merupakan bagian yang paling ku suka dan selalu ku tekan berulang-ulang.
Sampai sempat kujadikana status di facebookku. :)

Awalnya ku kira lagu ini akan berhenti kunyanyikan ketika tiba di rumah, namun ternyata tidak.
Sambil membantu mami membuat kue untuk ku bawa ke Jogja, lagu ini juga terus-terusan ku putar.
Ternyata spirit of Home (haha) bukan cuma saat jauh, tetapi juga saat di rumah, dan hari-hari sebelum kembali ke tempat perantauan.
Aaah, menulis tulisan ini kembali membuatku ingat akan rinduku dulu.

Sekarang aku sedang bergelut dengan 6 paper akhir, dan kembali lagu ini ku putar.
Aku harap semangat ku mengerjakan paper, sama besarnya dengan semangatku untuk pulang.
Rinduku menyelesaikan paper sama besar dengan rinduku akan pelukan mami. :D

Home dulu mengantarku menyelesaikan tugas dengan oke dan pulang, Home sekarang juga mengantarkan rinduku untuk kembali pulang. Menyelesaikan paper dengan oke dan memegang tiket pesawat dan antri untuk check-in di bandara, dan 2 jam kemudian bisa berkata, Welcome Home! :)

Kiranya Spirit of Home mengiringi hariku sekarang sampai 8 Juni 2012 nanti.
Haleluya! Haha

*missing my mom and dad so much*



dengan kerinduan,
Tria Rafael / EL-rapha

Jogjekarda, 14 Mei 2012
12.10 pm
@meja belajar S315D, asrama UKDW

Mencari Sang Makna

Berusaha mencari makna dalam setiap hal itu susah. Sesusah unta masuk dalam lubang jarum (haha..lebay).
Tapi usaha pencarian makna tak pernah pudar.
Mungkin pudar, bagi mereka yang mungkin sudah terlalu jengah dan penat dengan segala tetek bengek hidup.
Ada yang bertahan, mempertautkan asa dengan mimpi. sehingga setiap jengkal hidup dimaknai..

Berada di mana kamu?

Jika kamu bertanya bagaimana dengan aku, mungkin aku sekarang berada di persimpangan jalan.
Bila ada landak di jalan kiri, aku memilih kanan.
Bila ada ular di jalan kanan, aku memilih kiri.
Namun bila keduanya punya rintangan, aku lebih baik memilih berhenti dan diam.

Apa itu Hidup, dan bagaimana memaknainya masih menjadi pertanyaan misterius buatku.
Se-misterius di mana Tuhan saat ini.

Setidaknya, aku berusaha untuk tidak sendiri..
Sendiri yang mematikan jiwa,
Meski terkadang aku terlalu terlena dalam kesendirian.
Hmmm,, tapi sepertinya sendiri juga bisa menyembuhkan jiwa..
Oh iya, sendiri di ekstrim yang lain. :)

Yah, kembali pada mencari makna.
Semoga aku, si penulis
Dan kamu, si pembaca (semoga ada yang membaca)
Berusaha untuk menemukan jalanmu mencari makna dan memaknai setiap hal.

Bagi yang sudah menemukan jalan memaknai, aku harap itu tidak sesulit unta masuk lubang jarum. :D

Okay..

sampai jumpa di pencerahan berikutnya..

with  love,
EL-rapha

Jogjekarda, 14 Mei 2012
3.50 a.m 
@meja belajar S315D, asrama UKDW




Minggu, 13 Mei 2012

Mengubah Bahan PA Tradisional Menjadi PA dengan Shared Christian Praxis (SCP)



Pengantar
Gereja masa kini masih menggunakan cara-cara yang tradisional dalam memahami Alkitab. Cara tradisional ini juga turut membuat cara pandang jemaat tetap tradisional sehingga tidak ada perubahan dalam gereja. Untuk itu, perlu diketahui cara-cara dalam memahami Alkitab yang lebih modern, agar pola pikir dan cara pandang jemaat terhadap Alkitab pun ikut berkembang, dan pada akhirnya membuat gereja terus melangkah pada pembaharuan diri.
Salah satu cara modern yang ditawarkan adalah Pemahaman Alkitab dengan menggunakan metode Shared Christian Praxis (SCP). Metode ini ditawarkan oleh Thomas Groome, dan menurutnya, SCP berarti suatu pedagogi yang partisipatif dan dialogis di mana orang-orang berefleksi secara kritis terhadap pengalaman hidup mereka sendiri pada suatu waktu dan tempat dan terhadap realitas sosiokultural mereka, mempunyai akses bersama ke dalam Cerita/Visi Kristen, dan secara pribadi mengambil maknanya dalam komunitas dengan tujuan kreatif untuk memperbarui praksis iman Kristen menuju pemerintahan Allah bagi seluruh ciptaan. [1] Tujuan dari metode ini ialah untuk pemerintahan Allah, untuk pertumbuhan iman yang mencakup pengetahuan, relasi, dan perbuatan, untuk kebebasan manusia seutuhnya, dan menghadirkan syalom Allah di bumi.
SCP memiliki 5 Gerakan untuk memandu persiapan dan jalannya sebuah PA, yaitu
1.      Gerakan 1 (G1), Ekspresi/cerita praksis masa kini
2.      G2, Refleksi kritis aksi masa kini
3.      G3, Jalan masuk kepada Cerita dan Visi Kristen
4.      G4, Hermeneutik dialektis untuk mengambil makna Cerita dan Visi Kristen bagi cerita-cerita dan visi-visi peserta
5.      G5, Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman Kristen
Sebelum gerakan-gerakan ini dipersiapkan dan dijalankan, paling pertama harus ditentukan Aktifitas Terfokus yang di dalamnya ada tema generatif.
Dalam paper ini akan dipaparkan simulasi PA dalam sebuah wilayah pelayanan dengan Kategori Dewasa (25-35thn) di jemaat GMIT Talitakumi Kupang.
Bahan : Yesaya 1: 1-31
Aktivitas Terfokus
Pada prinsipnya dalam aktifitas terfokus, peserta diarahkan ke praksis masa kini dalam ruang dan waktu. Di sinilah tema generatif ditentukan. Tema generatif adalah isu historis berupa pertanyaan, nilai, kepercayaan, konsep, peristiwa, situasi dan sebagainya, yang membuat peserta terlibat aktif karena isu itu penting dan berarti.[2] Penting dan berarti karena merupakan aspek dari kehidupan dan kenyataan hidup. Secara Teologis, dalam aktifitas terfokus, Allah secara aktif menyatakan diri-Nya dalam sejarah kehidupan manusia sehari-hari dalam dunia. Manusia adalah subyek-pelaku dalam peristiwa-peristiwa penyataan diri Allah, sehingga dapat secara aktif mengakui dan terlibat dalam penyatan Allah itu melalui refleksi atas praxis masa kini dalam dunia. Tema generatif yang akan mendukung jalannya gerakan 1 hingga 5 sebaiknya dipilih oleh pemimpin.
Tema generatif yang disiapkan berdasarkan Yesaya 1: 1-31 adalah Sejatikah ibadahku?. Tema ini diangkat berdasarkan kenyataan zaman sekarang, di mana ibadah seringkali dianggap hanya sebagai rutinitas belaka tanpa dihidupi, tanpa dijiwai. “Yang penting saya hadir” atau “yang penting saya memberi persembahan” merupakan ungkapan yang sudah tidak asing di telinga kita. Padahal, ibadah merupakan salah satu sarana manusia bertemu dengan Sang Pemberi Hidup dan sesama penerima hidup. Banyak orang seringkali lupa bahwa ibadah ialah mempersembahkan hidup yang apa adannya di hadapan Sang Pemberi Hidup; ibadah juga sebagai sarana untuk manusia mengucap syukur untuk segala sesuatu yang telah Tuhan anugerahkan. Karena terlalu terbiasa inilah ‘jiwa ibadah’ perlahan-lahan menguap. Selain itu, pemahaman orang akan ibadah hanya seputar di gereja, di wilayah pelayanan, tanpa menyadari bahwa melayani orang yang membutuhkan uluran tangan kita (orang miskin, yatim-piatu, dll) pun termasuk ibadah.  “Sejatikah ibadahku?” Sekiranya dapat ‘menyentil’ hati nurani kita yang terjebak dalam formalitas dan sikap individual tingkat tinggi.
1.      G1 Ekspresi/cerita praksis masa kini
G1 merupakan langkah pertama dalam proses pemahaman alkitab dengan metode SCP. Dalam G1 peserta diharapkan menceritakan pengalaman (life story telling) sesuai dengan tema generatif yang telah ditentukan dalam aktifitas terfokus. Pengalaman yang disampaikan bisa pengalaman yang langsung dialami peserta, bisa juga pengalaman melalui media. Kedua pengalaman ini valid karena sama-sama mencerminkan realita hidup masa kini.
Pertanyaan panduan yang dapat digunakan dalam G1 misalnya
Apa yang anda ketahui tentang ibadah?
Siapa yang pertama kali mengenalkan ibadah pada anda?
Masih ingatkah apa yang dikatakan orang yang mengajak anda beribadah?
Apa yang dirasakan selama ini beribadah, entah di gereja maupun di wilayah?
Apa yang selama ini didapat ketika mengikuti ibadah-ibadah tersebut?
Pemimpin diharapkan untuk tidak banyak bicara. Pemimpin hanya berfungsi sebagai penuntun dalam jalannya PA ini. Bila pada G1 peserta merasa enggan untuk memulai bercerita, pemimpin dapat memulai memberikan contoh. Pemimpin juga tidak boleh memaksa peserta untuk bercerita. Biarlah cerita yang ingin disampaikan peserta benar-benar dengan keikhlasan hati, sehingga pada gerakan selanjutnya tidak terlalu mengalami hambatan yang berarti.
Jawaban yang diberikan peserta bisa seperti:
Ibadah yang saya tahu ialah bertemu Tuhan serta berbakti bersama di gereja. Ketika saya datang beribadah, mungkin saja saya sedang berduka dan saya berharap mendapat penguatan lewat firman Tuhan yang disampaikan. Dan memang benar, kadang firman yang saya dapat sesuai dengan pergumulan yang sedang saya alami.
Pengalaman yang diceritakan peserta bisa saja positif, namun bisa juga negatif. Dalam hal ini, pemimpin harus kreatif dalam mengarahkan peserta dalam bercerita.


2.      G2 Refleksi kritis aksi masa kini
Setelah peserta menceritakan pengalaman mereka masing-masing, mereka dapat bergerak pada langkah kedua, yaitu refleksi kritis aksi masa kini. Dalam G2, pengalaman yang diceritakan dapat direfleksikan oleh peserta. Tujuannya ialah peserta dapat memperdalam kesadaran kritis terhadap praksis masa kini. Pertanyaan seperti mengapa bisa terjadi (das sein) atau bagaimana seharusnya (das sollen) dapat menjadi panduan bagi peserta untuk berefleksi secara kritis terhadap pengalaman mereka. Bisa juga menggunakan ilmu-ilmu sosial atau pakar dalam bidang yang terkait dengan tema generatif untuk menganalisis pengalaman yang ada. Sudut pandang yang dapat digunakan untuk menganalisis pengalaman-pengalaman peserta ialah sudut pandang masa kini (alasan, penyebab, analisis sosial), masa lalu (analisis sejarah), dan masa depan (imajinasi peserta). Dalam beberapa kasus, G1 dan G2 dapat berjalan sekaligus.
Pada G2, pemimpin dapat memberikan pertanyaan untuk mengajak peserta berefleksi. Pertanyaannya dapat berupa
Apa yang selama ini mendorong anda beribadah/apa motivasi anda beribadah?
Apakah menurut anda motivasi anda beribadah selama ini benar atau salah?
Dari jawaban yang diberikan oleh peserta, pemimpin dapat memberikan pertanyaan yang lebih mendalam lagi, seperti
Apakah hanya dengan ibadah di gereja seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan?
Apakah ada cara lain dalam melakukan ibadah?
Harus diingat bahwa pemimpin tidak boleh memberikan kesimpulan atas jawaban peserta. Biarkan peserta yang berefleksi sendiri atas jawaban mereka. Selain itu, pemimpin harus menyadari bahwa peserta sulit untuk berefleksi.
Oleh karena itu, pada bagian ini pemimpin dapat menyanyikan sebuah lagu untuk peserta hayati sebagai jawaban dan refleksi atas pertanyaan pemimpin.
Lagu yang dinyanyikan dari PKJ 246, Apalah arti ibadahmu, bait yang pertama dan kedua:
       [1] Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
       bila tiada rela sujud dan sungkur?
       Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
       bila tiada hati tulus dan syukur?
[2] Marilah ikut melayani orang berkeluh,
agar iman tetap kuat serta teguh.
Itulah tugas pelayanan, juga panggilan,
persembahan yang berkenan bagi Tuhan
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Setelah pemimpin selesai menyanyikan lagu tersebut, pemimpin memberikan waktu sejenak pada peserta untuk merenung kemudian bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Bila masih sulit, pemimpin bisa terlebih dahulu memberikan contoh.
3.      G3 Jalan masuk kepada Cerita dan Visi Kristen
Dapat dilihat bahwa G1 dan G2 berpusat pada kehidupan peserta. Sedangkan G3 berpusat pada iman. Oleh karena itu, pada G3 peserta diajak untuk masuk ke dalam Cerita dan Visi Kristen melalui Alkitab. Cerita Kristen mencakup kitab suci, tradisi, liturgi, pengakuan iman, dogma, doktrin, teologi, sakramen dan ritual; simbol, mite, gesture, dan pola bahasa religius; spiritualitas, nilai, hukum, dan gaya hidup yang diharapkan; lagu dan musik, tarian dan drama; seni, kerajinan tangan, dan arsitektur; kenangan akan orang-orang kudus, pengudusan waktu dan perayaan masa-masa kudus, apresiasi terhadap tempat-tempat kudus; struktur komunitas dan bentuk pemerintahan gereja dan sebagainya. Sedangkan Visi Kristen adalah pemerintahan Allah – kedatangan yang sedang berlangsung sebagai pemenuhan atas maksud Allah bagi umat manusia, sejarah, dan seluruh ciptaan; janji keselamatan, pengharapan, kebenaran, kebijaksanaan, prinsip etis, tanggung jawab orang beriman.
Dalam membaca dan menafsir Alkitab, pemimpin harus bertanggung jawab dan berorientasi pada pemerintahan Allah. Berorientasi pada pemerintahan Allah dimaksudkan agar si pembaca dan penafsir Alkitab dapat menghargai orang yang berbeda (agama, budaya, sosial, dsb), bersikap membebaskan/tidak menindas kelompok yang lemah, menunjang keadilan dan perdamaian, anti-kekerasan, dan sesuai dengan maksud Allah menciptakan dunia dan isinya.
Sebelum membaca perikop yang disediakan, peserta diajak untuk mengetahui latar belakang kitab Yesaya. Pemimpin dapat memberikan keterangan seperti:
Yesaya 1 merupakan bagian dari kitab Proto/pertama Yesaya, nubuat dari nabi Yesaya sebelum bangsa Israel dibuang ke Babel. Letak Israel saat itu sangatlah strategis untuk perdagangan sehingga menambah potensi dan kekayaan Negara. Oleh karena itu, timbullah golongan pedagang yang kaya dan berpengaruh. Mereka inilah yang turut mempengaruhi para pemimpin dan pejabat sehingga menimbulkan gejolak-gejolak sosial dan kemerosotan moral, kesenjangan yang sangat antara si kaya dan si miskin, pelecehan keadilan dan kebenaran dan sebagainya.
Suasana yang bisa dikatakan begitu ‘cerah’ segera berubah menjadi suram karena ‘awan gelap’ yang menudungi mereka. Awan gelap yang dimaksud yaitu timbulnya adikuasa baru yang datang dari Timur Laut, yaitu Asyur. Pada awalnya Israel Utara yang jatuh ke tangan Asyur – Yehuda mengalah terhadap Asyur sehingga masih bisa selamat. Namun pada akhirnya, Yehuda pun memberontak terhadap Asyur dengan bantuan Mesir. Di situasi inilah Yesaya muncul dan memberikan pesannya. Yesaya menasihatkan agar Yehuda tetap bersandar hanya kepada Tuhan, dan jangan kepada Negara lain.
Setelah itu, pemimpin dapat mempersilahkan peserta membaca perikop yang telah disiapkan. Pembacaan Alkitab dapat dilakukan secara bergiliran agar situasi dialog terus tercipta. Kemudian pemimpin dapat memberikan tafsiran yang telah dipersiapkan untuk menolong peserta mengerti akan teks yang telah dibaca.
Yesaya 1 : 1-31[3] merupakan rangkaian dari tema besar Nubuat-nubuat mengenai Yehuda dan Sion (1:1-5:30). Yesaya 1 sendiri berbicara beberapa tema berbeda sekaligus yaitu Pengeluhan Tuhan tentang kefasikan umat-Nya (1:2-9), Seruan untuk meninggalkan ibadah yang sia-sia (1:10-20), hukuman yang mengerikan atas Israel (1:21-28), dan kultus kesuburan Kanaani yang sia-sia – Baalisme (1: 29-31).
Dalam PA ini, pemimpin dapat mengkhususkan perikop yang mendukung tema generatif. Oleh karena itu perikop yang akan dibahas secara mendalam adalah Yesaya 1: 10-20, seruan untuk meninggalkan ibadah yang sia-sia, namun tidak meninggalkan tema-tema yang lain sepenuhnya, karena tema lain turut membangun konteks perikop yang telah dipilih.
Ayat 2-9, digambarkan keluhan Tuhan terhadap kefasikan umat-Nya, umat yang dianggap sebagai pilihan-Nya. Betapa kecewanya Tuhan terlihat dari kata-kata-Nya yang tidak lagi menyebut “umat-Ku” terhadap bangsa Israel melainkan “bangsa yang berdosa” (Ibr.: גּ֣וֹי חֹטֵ֗א  - goi hote) istilah yang hanya dipakai untuk bangsa “kafir”, bangsa selain Israel yang adalah am YHWH. Ini juga menunjukkan bahwa Israel benar-benar sudah murtad sama sekali. Oleh karena itu, pada ayat 10-20, nabi memperserukan pertobatan bagi bangsa Israel.
Pada abad ke-8 SM merupakan zaman yang makmur bagi Negara di Timur Tengah, termasuk Israel, karena letaknya yang strategis untuk jalur perdagangan. Kekayaan yang di dapat oleh, terutama pemimpin Israel, sayangnya disalahgunakan dalam ibadah mereka yang dikatakan penuh kemunafikan.
Ayat 10-15. Jika pada ayat-ayat sebelumnya Israel dinyatakan sarat dengan kesalahan dan kejahatan, maka dalam ayat ini dinyatakan bahwa inti dosa mereka adalah ibadah yang penuh dengan kemunafikan terhadap Tuhan. Kehidupan religius mereka diganti dengan kegiatan munafik yang hanya untuk memuaskan diri sendiri dan sebagai suatu pamer kesalehan diri sendiri. Hal itu diperlihatkan dengan banyaknya korban persembahan, pesta-pesta perayaan yang meriah, sambil menaikkan doa dengan tangan menengadah kepada Tuhan, namun itu semua sia-sia di mata Tuhan. IA malah sangat membenci perayaan yang mereka adakan, dan persembahan yang mereka bawa adalah kejijikan bagi-Nya, karena mereka membawa persembahan dan doa mereka dengan tangan yang berlumuran darah serta mereka menelantarkan janda dan yatim yang seharusnya diperhatikan (ayat 16-17). Karena menurut tatanan sosial orang Israel pada zaman dulu, janda dan anak-anak yatim menduduki kelas sosial yang terendah.
Ayat 16-17, Tuhan  menginginkan keadilan bagi anak yatim dan para janda lewat orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu yang pertama, Tuhan ingin mereka (dapat dikatakan para pejabat dan petinggi Israel) bertobat dari segala tingkahnya yang jahat serta meninggalkan ibadah mereka yang sia-sia karena meskipun mereka beribadah, mereka tetap berbuat jahat, melakukan praktek ketidakadilah, membunuh, serta tidak perduli terhadap anak-anak yatim dan para janda. Oleh karena itu, nabi menyerukan kepada umat untuk bertobat dan lebih peduli serta mengusahakan keadilan bagi janda dan anak yatim.
Ayat 18-20, berisi pengampunan dosa yang diberikan oleh Tuhan. Berita pengampunan dosa ini tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan ayat yang sebelumnya, dimana kecaman dan kekecewaan Tuhan sangat nampak. Selain itu di ayat ini diberikan dua pilihan bagi bangsa Israel yaitu jikalau mereka mau menurut dan mau mendengar firman-Nya maka dosa mereka yang banyak itu dihapuskan dan dapat memakan hasil yang baik dari negeri mereka dan jika mereka tetap dengan dosa mereka, maka tidak ada keselamatan bagi mereka. Bangsa Israel sendiri yang harus memilih dan menentukan tindakan mereka sebagai respon terhadap anugerah Tuhan. Nabi pun pada ayat 20 menegaskan bahwa “sungguh, Tuhan yang mengucapkannya” secara implisit berkata turutilah kata Tuhan.
Ayat 21-31 merupakan hukuman atas Yerusalem. Hukuman ini diberikan karena kenistaan Yerusalem. Namun tujuan dari hukum ini ialah menjernihkan dan membangun kembali Yerusalem.
Setelah itu, pemimpin dapat memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya atau memberikan masukan terhadap tafsiran yang diberikan. Pendapat dari peserta bisa memperkaya peserta lain dan juga pemimpin.
4.      G4 Hermeneutik dialektis untuk mengambil makna Cerita dan Visi Kristen bagi              cerita-cerita dan visi-visi peserta
Setelah peserta diajak masuk ke dalam Cerita dan Visi Kristen, peserta dapat mendialogkan pengalaman mereka yang telah direfleksikan dengan Cerita dan Visi Kristen tersebut. Dalam gerakan ini, peserta diharapkan mengambil makna untuk dirinya sendiri, komunitas, gereja, dan juga masyarakat. Jadi, teks Alkitab dapat bermakna bagi manusia di masa sekarang. Makna yang didapat dari teks Alkitab bisa menguatkan, mengkritik, serta mempertanyakan praksis di masa kini.
Dalam G4 pemimpin dapat memberikan pertanyaan seperti
Setelah kita melihat perikop tadi, apa saja yang anda dapat mengenai ibadah kepada Tuhan?
Apakah hanya seputar memberikan korban atau lebih dari itu?
Pemimpin dapat memberikan sedikit refleksi di bagian ini seperti
Terkadang kita merasa bahwa pergi ibadah saja sudah cukup, memberikan persembahan itu lebih dari cukup, dan mendapat berkat setelah ibadah usai adalah sangat cukup.
Namun apakah kita semua tahu apa yang Tuhan mau dari kita saat kita beribadah?
Apa saja yang tidak disenangi-Nya saat kita menghadap hadirat-Nya?
Apakah melayani mereka yang miskin dan terlantar juga dapat dikatakan ibadah?
Apakah yang menjadi panggilan Tuhan terhadap kita?

Proses G4 dapat berjalan dua arah, yaitu Cerita/ Visi Kristen memperbarui cerita-cerita/visi-visi peserta, dan cerita-cerita/visi-visi peserta memperbarui pemahaman tentang Cerita/ Visi Kristen. Proses ini memungkinkan terjadinya pembaharuan terhadap ajaran dan tradisi gereja dan terhadap pemahaman teks.

5.      G5 Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman Kristen
Dalam G5 peserta akan mengambil keputusan/respon: apa yang akan dilakukan. Keputusan/respon ini adalah keputusan bersama seluruh peserta sehingga semua peserta dapat terlibat aktif dalam merealisasikan keputusan/respon tersebut.
Ada 3 dimensi respon yaitu 1. Dimensi personal yaitu transformasi diri partisipan; 2. Dimensi interpersonal yaitu transformasi hubungan partisipan dengan orang-orang lain dalam masyarakat; dan 3. Dimensi sosial-struktural yaitu transformasi sosial dalam masyarakat.
3 dimensi ini haruslah berjalan seimbang dengan pertimbangan bila terlalu personal maka kesalehan pribadi yang akan menonjol. Bila terlalu interpersonal maka diakonia karitatif (dan reformatif) yang menonjol, sedangkan bila terlalu sosial-struktural maka kurang ada perubahan pribadi. Karena itu, keseimbangan sangatlah penting dalam mengambil keputusan/respon.
Pemimpin dalam gerakan ini dapat menggugah peserta untuk mengambil keputusan/respon berdasarkan hasil refleksi mereka yang didialogkan dengan perikop.
Pemimpin dapat kembali mengajak peserta menyanyikan lagu Apalah arti ibadahmu bait ketiga:
 [3] Berbahagia orang yang hidup beribadah,
yang melayani orang susah dan lemah
dan penuh kasih menolong orang yang terbeban;
itulah tanggung jawab orang beriman.
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.

Setelah itu pemimpin mengajak mereka untuk menuliskan di secarik kertas apa yang menjadi komitmen mereka secara pribadi akan ibadah kepada Tuhan, dan apa yang akan mereka lakukan untuk sesama mereka. Komitmen secara sosial-struktural bisa disepakati secara bersama oleh peserta.
Keputusan personal peserta misalnya,
Saya jadi menyadari bahwa ibadah itu bukan saja mengenai bagaimana membangun relasi yang intim bersama dengan Tuhan tetapi bagaimana membangun relasi yang baik dengan sesama, terutama sesama yang sangat membutuhkan kita. Saya secara pribadi akan terlebih dahulu memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan yang selama ini rusak, di mana hanya ada formalitas dan biar ‘dilihat’ orang bahwa saya beribadah tanpa saya menjiwainya, tanpa hati saya berada dalamnya. Saya bukan siapa-siapa. Dan bila disentil Tuhan pun saya akan roboh. Secara interpersonal bisa saya mulai dengan menceritakan, setidaknya, pada keluarga saya tentang apa yang saya dapat dalam PA hari ini. Saya akan mengatakan kepada mereka bahwa ibadah bukan hal yang biasa-biasa saja, namun lebih dari yang biasa. Secara sosial-kultural, mungkin kelompok PA ini dapat mengunjungi anak-anak yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, atau anak yatim dan orangtua yang di pangti jompo.
Komitmen peserta haruslah tanpa paksaan. Pemimpin hanya bertugas membimbing peserta. Selain itu, peserta dan pembimbing bisa sam-sama belajar dari refleksi pengalaman mereka masing-masing. Pemimpin juga bertugas meyakinkan peserta untuk mau melakukan apa yang menjadi komitmen mereka, sehingga aksi mereka dapat menjadi bahan refleksi di PA selanjutnya.

6.      Evaluasi dan Refleksi
Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi hasil dari G5 yang telah dilakukan peserta dan refleksi juga dilakukan untuk melihat makna dari apa yang telah dilakukan peserta sebagai wujud nyata dari komitmen mereka. Evaluasi dan refleksi juga berguna untuk menetukan tema generatif dalam PA selanjutnya, agar PA yang dilaksanakan bersifat melingkar.




Daftar Pustaka
Groome, Thomas H., Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry – The way of Shared Praxis, (West Broadway: Wipf and Stock Publishers)
Widyapranawa, Pdt. S. H., Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010 – cetakan ke-3)



[1] Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry – The way of Shared Praxis, (West Broadway: Wipf and Stock Publishers), pg. 135
[2] Groome, Sharing Faith, pg. 156
[3] Pdt. S. H. Widyapranawa, Ph.D, Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), hlm. 11-16

Nua Kim Manek*



I.          Pendahuluan
Ritual dalam suatu budaya dapat dipandang sebagai bagian yang penting. Ritual juga dapat menjadi sarana untuk melestarikan budaya yang pada dewasa ini bergerak menuju modernisasi. Pernikahan pada dasarnya memperlihatkan ritual dalam suatu daerah. Ritual yang di dalamnya tersimpan misteri, misteri akan Sesuatu yang dapat disebut Adikodrati. Pernikahan, dalam hampir semua kebudayaan, dirayakan dengan upacara yang sakral.[1] Dalam paper ini, saya akan membahas ritual pernikahan adat Timor, salah satu suku besar yang ada di Nusa Tenggara Timur. Timor sendiri terbagi dalam suku-suku yang tergolong banyak dan masing-masing mempunyai ritual pernikahan yang berbeda, namun tidak sepenuhnya berbeda. Ada beberapa bagian yang sama, misalnya laki-laki yang berperan dalam hal menjalankan ritual ini.
Dalam paper ini, penulis akan memberikan contoh ritual pernikahan dari beberapa suku berbeda. Hal ini dilakukan sebagai perbandingan satu suku dengan suku yang lainnya. Selain itu penulis juga akan melihat sejauh mana gereja merespon ritual pernikahan tersebut. Selamat memasuki dunia pernikahan Timor.

II.       Pernikahan Timor
Adat orang Timor sebelum dan selama pernikahan tergolong rumit. Penulis menduga bahwa ini disebabkan campur tangan keluarga besar dalam hampir setiap ritual yang dilaksanakan. Jalinan ritual pernikahan Timor bila di urutkan adalah sebagai berikut:
Pinangan
Pertanyaan yang muncul pertama kali ketika menyebut kata ini yaitu apa itu pinangan/meminang? Hemat saya, pinangan atau meminang adalah proses di mana sepasang kekasih dipersiapkan untuk menikah, dengan persetujuan terbesar dari keluarga besar kedua belah pihak. Menurut Middelkoop, ada dua kemungkinan terjadinya pinangan[2], yaitu [1] kesepakatan pasangan itu sendiri (pilihan sendiri) dan [2] yang dipinang adalah gadis pilihan orang tua (jodoh).
Pinangan dengan Pilihan Sendiri
Sebelum pinangan ini, ada persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan, khusunya laki-laki. Contoh yang diberikan oleh Middelkoop adalah sebagai berikut:

“… Bila seorang atoni[3] jatuh hati pada seorang gadis dan ingin memperistrinya, maka diberinya sepucuk sirih, artinya tempat sirih berisi mata uang. Bila gadis itu bukan gadis baik-baik, maka mereka diam saja dan mereka merahasiakan hubungan mereka. Kalau ia gadis yang baik, yang taat dan takut pada orang tuanya, maka pucuk sirih itu diantarkan kepada mereka (orang tua si gadis). Kalau mereka tidak setuju, maka anak gadis itu disuruh mengembalikan tanda cinta kasih itu. Tetapi kalau mereka setuju, maka pucuk sirih itu disimpan, dan dikabarkan kepada calon bahwa mereka setuju.”[4]

Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa sebelum pinangan, si lelaki harus meyakinkan diri dan memastikan sikap si gadis dan orang tua terhadap dirinya. Penulis juga melihat bahwa meski dikatakan tidak dijodohkan, persetujuan orang tua atas pasangan si gadis dapat dilihat sebagai ‘perjodohan halus’. Kalau tidak disetujui orang tua, maka habislah sudah hubungan pasangan tersebut. Setelah proses sebelum pinangan berjalan dengan baik, maka pasangan dan orang tua kedua belah pihak siap menjalankan proses selanjutnya yaitu pinangan.
Pinangan dalam adat Timor sangat bervariasi, tergantung dari suku mana pasangan berasal dan dalam status sosial seperti apa mereka hidup. Cara pinangan pasangan berstatus sosial baik adalah demikian: bila seorang laki-laki meminang seorang gadis, maka orangtuanya mengirimkan dua utusan, laki-laki dan perempuan, dengan pakaian indah – di Timor berpakaian indah berarti memakai selimut dan sarung adat (gambar 1) baru, memakai gelang-gelang lengan, kalung muti, dan lain-lain. Utusan itu mempersembahkan sirih pinang (gambar 2) dan sejumlah uang pada orang tua gadis itu.[5]
Keluarga si gadis akan mengambil kesimpulan setuju atau tidak setuju terhadap pinangan si laki-laki pada saat mereka kumpul keluarga. Dalam kumpul keluarga ini akan banyak sanak-saudara yang berkumpul, baik dari keluarga ayah si gadis dan juga keluarga ibu. Bila keluarga setuju, maka si gadis akan menerima pemberian yang telah diberikan oleh keluarga laki-laki yaitu sejumlah uang dan tas sirih pinang yang telah diisi dan tempat kapur. Setelah itu baru dirundingkan tentang hari pernikahan, dan langsung ditetapkan.
Pinangan dijodohkan
Jodoh yang ditetapkan oleh orangtua si laki-laki seringkali berdasarkan hubungan darah mereka (pernikahan sedarah). Pernikahan sedarah ini disebut panu. Panu ini berhubungan dengan perkawinan antara anak-anak garis keturunan laki-laki dengan anak-anak garis keturunan perempuan.[6] Bagan berikut akan menjelaskan mana saja yang boleh maupun tidak boleh dinikahi:



                                                                         













Keterangan:
Anak laki-laki 6 dan 11 adalah panu[7] terhadap anak perempuan 9 dan 13; jadi 6 dan 11 boleh kawin dengan 9 dan 13. Tetapi 6 tidak boleh menikah dengan 10 dan 11 tidak boleh menikah dengan 7, karena ayah dari masing-masing kakak beradik. Demikian pula 8 tidak boleh kawin dengan 13, dan 12 tidak boleh kawin dengan 9 karena ibu masing-masing kakak beradik.[8]
Proses setelah orangtua laki-laki sudah menetapkan pasangan untuk anaknya ialah orangtua itu sendiri atau kakak laki-laki ayah pergi bertemu dengan orang tua gadis yang akan dipinang. Mereka membawa tempat sirih pinang yang juga berfungsi sebagai tempat gelang dan kalung muti yang nanti akan diberikan kepada si gadis. Setiba di rumah orangtua si gadis, mereka (orangtua laki-laki) mereka akan berlutut, membuka tutup tempat sirih dan dengan gerakan tangan yang lazim mereka mempersembahkan isi tempat sirih tersebut. Dan sambil melakukan hal tersebut, dari pihak keluarga si laki-laki akan menggunakan ungkapan yang cocok untuk mengungkapkan isi hati mereka. Dan bila keluarga perempuan menyetujui permintaan keluarga laki-laki, maka gadis akan mengenakan gelang tangan dan kalung yag telah diberikan.
Pesta Pernikahan
Dalam beberapa peristiwa, pinangan dapat dilaksanakan sekaligus dengan pesta pernikahan, tergantung persetujuan kedua belah pihak, dan memang pinangan itu sendiri merupakan pintu untuk masuk ke pernikahan. Tapi biasanya, pinangan dan pesta pernikahan dipisahkan karena beberapa pertimbangan. Mungkin menyangkut urusan mas kawin, atau mencari ‘hari baik’ untuk melangsungkan pesta pernikahan.
Ketika pesta pernikahan berlangsung, si pengantin laki-laki harus membawakan sejumlah baranag untuk pengantin perempuannya. Yang harus dibawa adalah oko[9] berisi sejumlah uang tunai. Selain itu, pengantin laki-laki harus membawakan gelang, sehelai baju, sarung adat, dan keperluan pernikahan pengantin perempuan. Barang-barang itu lalu ditempatkan di hadapan orang tua pengantin perempuan, lalu barang-barang itu dipakaikan pada pengantin perempuan. Kemudian, pengantin perempuan mengambil sehelai selimut (selendang Timor) dan sebuah hiasan kepala yang indah dan meletakannya di haapan orangtua pengantin laki-laki agar mereka menghiasi anak laki-laki mereka.
Dalam perayaan ini, seekor babi atau seekor sapi disembelih sebagai sesajen bagi arwah-arwah dan juga member makan kepada tamu yang datang. Hewan yang disembelih dimaksudkan agar mereka meluruskan pernikahan kedua pengantin dan mengaruniakan kesehatan serta keturunan. Selesai upacara ini, gong-gong dipukul lalu ada pantun bersahutan dan juga tarian bersama. Biasanya ayah atau wali dari pengantin wanita akan member nasihat bagi kedua mempelai. Contoh nasihat tersebut yaitu: “Nua kim manek; bifal te nek Atoni, atonjhe’t am nek bifel. Moè lele te nua ki, moè ume tè nua ki. Kalau bifel ansan lasi. Atonjhe nanoina, kalau atonjhe ansan lasi bifel lè munoina. Nua ki ès nèk ès tè mimnais.” Yang berarti “kalian berdua, bercintalah; istri cintailah suamimu dan suami cintailah istrimu (seruan ini langsung ditandai dengan ciuman hidung penganti). Buatlah kebun bersama, dan rumah berdua. Kalau sang istri dalam salah satu hal membuat pelanggarn, peringatkanlah wahai suami; kalau sang suami bersalah, tegurlah dia wahai istri.[10] Setelah pesta pernikahan selesai, istri itu menetap pada suaminya dan keluarganya di kampung laki-laki berasal.

III.    Mas Kawin/Belis
Mas kawin adalah salah satu terpenting bila membicarakan tentang pernikahan adat di Timor maupun suku apapun di NTT. Mas kawin (selanjutnya disebut belis) merupakan ‘tuntutan’ utama keluarga perempuan terhadap keluarga laki-laki. Belis ini dapat berupa apa saja sesuai dengan apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh keluarga perempuan. Penulis menyebut ‘keluarga’ karena pada umumnya keluarga besarlah yang mengambil alih pengaturan belis. Hampir-hampir tidak ada suara dari kedua calon pengantin dalam menentukan belis yang akan diberikan.
Umumnya mas kawin yang diberikan berupa sejumlah uang. Jumlah uangnya pun tergantung permintaan keluarga perempuan. Bila keluarga perempuan ingin uang sejumlah Rp5.000.000,- pihak laki-laki harus menyanggupinya. Kalau tidak, calon pengantin laki-laki tidak dapat menikahi anak mereka. Uang pun tidak hanya 1 amplop saja. Bisa dalam beberapa amplop dengan jumlah yang berbeda. Uang yang diberikan oleh keluarga laki-laki pada umumnya diperuntukkan bagi sang ibu dari perempuan, yaitu uang air susu ibu; uang to’ok yaitu uang untuk saudara laki-laki tertua dari ibu; uang untuk pemerintah setempat; dan uang untuk pesta pernikahan.
Selain uang, ada juga belis berupa hewan untuk disembelih pada saat pesta. Hewan yang dimaksud adalah hewan bertubuh besar seperti sapi, babi, atau kerbau. Hewan tersebut waktu disembelih juga harus dibagi-bagi pada keluarga yang punya andil besar. Pembicaraan tentang belis biasanya dibicarakan dalam kumpul keluarga besar, baik itu keluarga laki-laki maupun perempuan, namun secara terpisah (pembicaraan masing-masing keluarga).
Belis pada satu sisi dapat mengikat kedua keluarga (memberikan nama keluarga laki-laki pada perempuan), namun pada sisi lain juga dapat memberikan jarak yang sangat jauh pada kedua pihak keluarga besar. Terkadang belis yang diminta terlalu banyak sehingga menimbulkan kesusahan bagi pihak laki-laki, sedangkan bila keluarga perempuan sudah menetapkan seberapa belisnya maka mau tidak mau keluarga laki-laki harus menyanggupinya. Hal seperti ini dapat menimbulkan sengketa kedua keluarga, dan biasanya tempat pelampiasan keluarga laki-laki adalah si perempuan yang telah dinikahi. Si perempuan ini dapat menjadi ‘bulan-bulanan’ keluarga laki-laki karena menganggap telah ‘membayar mahal’ si perempuan tersebut. Ironis memang, namun inilah adat. Jika tidak dijalankan, dirasa kurang pas dalam sebuah pernikahan.
Namun di zaman sekarang, untuk keluarga Timor modern, belis bukanlah lagi sebuah keharusan. Pembicaraan tentang belis juga sedikit banyak melibatkan laki-laki dan perempuan yang akan menikah. Bila dirasa terlalu banyak, belis bisa dikurangi, ataupun ditiadakan. Semuanya menurut kesanggupan dan untuk kebaikan kedua belah pihak keluarga.

IV.    Penutup
Pertanyaan yang mengusik penulis saat menulis paper ini ialah mengapa pernikahan digolongkan sebagai ritual yang sakral? Sejalan dengan ditulisnya paper ini penulis berkesimpulan bahwa mempersembahkan korban kepada arwah secara komunal dan kekeluargaan lebih dalam maknanya dibanding dengan memberi korban secara individu, karena pada dasarnya sebuah ikatan keluarga akan lebih terasa pada saat-saat seperti itu.
Tradisi ritual pernikahan ini ada jauh sebelum agama masuk ke Timor. Lalu pertanyaannya, bagaimana gereja merespon tradisi tersebut? Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam ritual pernikahan ada sesi untuk memberikan korban pada arwah nenek moyang. Gereja sejauh ini tidak terlalu mempersoalkan tradisi tersebut, karena anggota gereja adalah anggota masyarakat itu sendiri yang lahir dalam kebudayaan seperti itu. Namun bila adat ditanggapi dengan pemikiran rasional dan dengan aturan gereja mengenai tidak boleh menyembah berhala, maka bisa saja sesi yang melibatkan arwah ditiadakan. Semuanya tergantung seberapa kuat anggota jemaat memegang dan menjunjung tinggi adat. Jika begitu, gereja tidak akan bisa melarangnya.
Tradisi dan agama, sedekat apapun hubungannya tetaplah berbeda. Tradisi merupakan sesuatu yang khas dari sebuah daerah sehingga terkadang tradisi tidak akan terusik dengan keberadaan agama.


*) Judul paper, Nua Kim Manek berarti “Kalian berdua, bercintalah.” Kata-kata ini merupakan seruan/nasihat dari ayah atau wali pengantin pria kepada kedua mempelai. Kata-kata ini sedikit menggugah penulis bahwa dalam adat pun pernikahan itu dianggap sebagai rekreasi bukan sekedar prokreasi semata. Namun prokreasi atau rekreasi merupakan pembahasan dengan topic yang berbeda sehingga penulis tidak menyinggungnya dalam paper ini.

V.       Daftar Pustaka

Middelkoop, dr. P. Atoni Pah Meto (Pertemuan Injil dan Kebudayaan di kalangan Suku Timor Asli). (BPK Gunung Mulia, 1982)

Schie, G. van, Hubungan Manusia dengan Misteri segala Misteri, (Jakarta: Fidei Press, 2008)



[1] G. Van Schie, Hubungan Manusia dengan Misteri segala Misteri, (Jakarta: Fidei Press, 2008) hlm. 257
[2] Dr. P. Middelkoop, Atoni Pah Meto – Pertemuan Injil dan Kebudayaan di Kalangan Suku Timor Asli, (BPK Gunung Mulia, 1982), hlm. 21
[3] Atoni adalah sebutan untuk laki-laki Timor
[4] Middelkoop, hlm. 20
[5] Middelkoop, hlm. 22
[6] Middelkoop, hlm. 28
[7] Bahasa Timor Panu artinya ‘belahan tempurung kelapa’. Pasangan muda itu cocok seperti dua belahan tempurung dari buah kelapa yang sama.
[8] 29, dengan perubahan karena keterangan nomor yang diberikan ada yang salah.
[9] Bahasa Timor Oko adalah ‘tempat sirih’, di sini sebagai lambang uang dalam oko yang dipersembahkan kepada keluarga si perempuan.
[10] Middelkoop, hlm. 23