Sebuah tafsiran atas Markus 5:
21-43
I.
Pendahuluan
Markus adalah
salah satu dari tiga Injil Sinoptik. Markus dipercaya sebagai Injil tertua
dibanding dengan kedua Injil lainnya. Karena paling tua inilah Markus juga
disebut sebagai sumber utama dari Injil Matius dan Lukas. Namun harus diingat
bahwa Markus juga mempunyai sumbernya sendiri.
Markus dalam
pemberitaannya yang memakai bahasa sederhana dan cenderung ‘rahasia’;
perumpamaan yang hanya dijelaskan kepada murid-murid-Nya (Mrk 4: 30-34);
bagaimana Dia melakukan mujizat namun menyuruh orang-orang yang menyaksikan
mujizat-Nya untuk tidak memberitahukan kepada siapapun (Mrk 5:41), ironis
karena Yesus menyembuhkan orang di saat banyak orang yang berkumpul mengerumuni
Dia, yang sudah tentu akan menjadi bahan pembicaraan publik – namun di sisi
lain diceritakan bahwa Yesus juga menyuruh orang yang disembuhkan-Nya untuk
menyampaikan kesembuhannya kepada orang lain (Mrk 5: 19).
Banyak model
tafsiran yang dapat digunakan untuk menafsir Injil Markus berdasarkan acuan
yang ada (kritik bentuk, kritik historis, kritik naratif, dsb). Namun dalam
paper ini, saya akan menggunakan berbagai macam model tafsiran untuk menafsir
perikop Markus 5:21-43 sesuai dengan kebutuhan.
II.
Tafsiran
Markus 5:21-43
Perikop ini
berada dalam cerita besar mengenai mujizat yang dilakukan oleh Yesus. Dalam hal
ini Yesus melaksanakannya di daerah Galilea dan sekitarnya. Galilea adalah
tempat di mana Yesus memulai karya dan pelayanan dalam hidup-Nya menurut Markus.
Bila saya diberi ruang untuk berimajinasi, mungkin inilah yang dikatakan Yesus
sebelum memulai pelayanan-Nya. “inilah tempatKu melaksanakan misi dari Bapa-Ku.
Biarlah apa yang Aku katakan dan Aku perbuat dapat membuka mata mereka bahwa
Akulah yang akan menyelamatkan mereka.”
Markus 5: 21-43
mengisahkan sekaligus dua mujizat dari sekian banyak mujizat yang dilakukan
Yesus yang dituangkan dalam Markus. Dua cerita ini berbeda namun saling
berkaitan dan berlangsung di tempat yang sama. Alur dan titik sorot
pemberitaannya berpindah-pindah sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi
pembaca masa kini. Namun, harus disadari bahwa kedua cerita itu memiliki
hubungan yang sangat erat sehingga sulit bila harus dipisahkan, dan juga inilah
gaya penulisan Markus. Dua cerita yang berbeda yaitu tentang putri Yairus, anak
kepala rumah ibadah/sinagoge yang sakit dan hampir mati dan seorang perempuan
yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun. Alur kedua cerita tersebut
yaitu: [1] Yairus datang kepada Yesus di pantai danau Galilea, beberapa hari
setelah Yesus kembali dari daerah orang Gadara di seberang danau (5:21-24); [2]
perempuan yang sakit pendarahan mencari kesembuhan pada Yesus, ketika Yesus
sedang berjalan dari danau menuju tempat Yairus. Dalam perjalanan ke sana,
seluruh perhatian tertuju kepada perempuan yang sakit pendarahan (5:25-34).
Bila diumpamakan sebuah panggung, lampu sorot hanya tertuju pada Yesus dan
perempuan tersebut.; [3] pembangkitan anak Yairus yang terjadi di rumah duka
(5:35-43). Sorotnya berpindah sekali lagi.[1]
Menurut Bruggen, kedua kejadian ini terjalin, namun nampaknya saling
mengganggu.
Di bawah ini
akan saya paparkan tafsiran per ayat dari perikop ini.
Ayat
21,
dikatakan bahwa Yesus baru tiba dari seberang sedang orang banyak
berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia (ITB). Daerah seberang ialah
Gerasa (daerah Gadara), tempat di mana Yesus mengusir roh jahat. Orang banyak
ini anonim. Mereka mengikut Yesus, namun sekedar mengikut untuk mendengar apa
yang diajarkan dan melihat mujizat apa yang dilakukan-Nya. Tidak ada keterangan
bahwa keikutsertaan mereka juga turut dalam pelayanan mereka bersama Yesus. Mungkin
ada satu, atau dua orang yang pada akhirnya turut melayani bersama Dia.
Orang-orang ini mungkin adalah orang yang sama yang mendengarkan Yesus
menyampaikan perumpamaan-perumpamaan di perikop sebelumnya. Yesus seumpama
sedang melanjutkan pengajaran-Nya.
Ayat
22,
dikatakan bahwa sementara Ia berada di tepi danau, Yairus, seorang kepala rumah
ibadah datang untuk bertemu dengan-Nya. Setelah ia melihat Yesus, ia segera tersungkur
di depan kaki Yesus. Ada dua hal yang ingin saya tonjolkan, yaitu perihal status
Yairus yang ditekankan oleh Markus dan apa yang Yairus lakukan ketika bertemu
dengan Yesus. Untuk itu saya akan merujuk pada bahasa asli dan beberapa
terjemahannya.
BGT Mark 5:22 Καὶ ἔρχεται εἷς τῶν
ἀρχισυναγώγων, ὀνόματι Ἰάϊρος, καὶ ἰδὼν αὐτὸν πίπτει πρὸς τοὺς πόδας αὐτοῦ
ITB Mark
5:22 datanglah seorang
kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya
BIS Mark
5:22 Datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah seorang pemimpin rumah ibadat di kota
itu. Ketika ia melihat Yesus, ia sujud
di depan-Nya,
KJV Mark
5:22 And, behold, there cometh one of the rulers of the synagogue, Jairus by name; and when he saw him, he fell at his feet,
NIV Mark
5:22 Then one of the
synagogue rulers, named Jairus, came there. Seeing Jesus, he fell at his feet
Kata ἀρχισυναγώγων berasal dari kata ἀρχισυνάγωγος yang berarti seorang pemimpin
atau kepala rumah ibadah/sinagoge. Kepala rumah ibadah tergolong orang yang
lumayan penting. Ia adalah orang yang bertanggung jawab atas penyeleggaraan
semua kegiatan di dalam rumah ibadat. Ia adalah ketua dewan tua-tua yang
bertanggung jawab untuk manajemen yang baik dari rumah ibadah. Ia bertanggung
jawab atas penyelenggaraan ibadat-ibadat. Biasanya ia tidak terlibat langsung
dalam hal-hal itu. Namun, ia bertanggung jawab untuk mengatur jadwal
orang-orang yang bertugas dan untuk memantau apakah mereka melaksanakannya
dengan baik atau tidak. Pemimpin rumah ibadat adalah salah seorang yang paling
penting dan paling dihormati di tengah-tengah masyarakat.[2]
Pada zaman itu juga tiap-tiap sinagoge hanya mempunyai satu kepala rumah
ibadah. Biasanya dari pihak sinagoge, Yesus seringkali tidak mendapat
penghargaan melainkan kecaman.[3]
Oleh karena itu, sangat menonjol bila seorang kepala ibadah datang dan
tersungkur di depan kaki Yesus.
Selain
itu, dalam ayat ini terdapat kata πίπτει yang
menggambarkan apa yang diperbuat Yairus setelah bertemu Yesus. Kata ini berasal
dari kata πίπτω yang berarti
jatuh (fell – fall) atau bisa juga menjatuhkan diri. Penulis Markus ingin
menyampaikan kepada pembacanya bahwa Yairus, yang dikenal sebagai Kepala rumah
ibadah/sinagoge dan sekaligus dihormati secara sadar menjatuhkan dirinya
dihadapan Yesus untuk kesembuhan putrinya yang masih kecil. Menjatuhkan diri
menunjukkan bahwa Yairus benar-benar berserah dan pasrah kepada Yesus yang
notabene bisa disebut sebagai ‘musuh’. Yairus memberikan penghormatan kepada
Yesus dengan secara sengaja menjatuhkan dirinya sebelum ia meminta belas
kasihan Yesus kepada putrinya dan sekaligus menunjukkan betapa penting
permohonannya ini.[4] Sungguh, ini adalah situasi
yang cukup menegangkan di mana sikap kerendahan hati seorang pemimpin
ditunjukkan demi kesembuhan anaknya yang masih kecil.
Ayat
23-24, adalah permohonan Yairus dan tanggapan Yesus atas permohonannya. Yairus
dengan sadar dan rendah hati memohon belas kasihan Yesus terhadap anak-Nya.
Yairus hanya ingin agar Yesus menumpangkan tangan-Nya di atas kepala putrinya agar
pputrinya dapa sembuh. Yairus tidak menginginkas sebuah mujizat yang’wah’ agar
dirinya serta keluarganya semakin dilihat oleh masyarakat. Karena melihat
perbuatan serta mendengar permohonan Yairus, maka Yesus dengan segera mengambil
keputusan untuk pergi ke rumah Yesus. Dikatakan bahwa orang banyak ‘anonim’
pergi berbondong-bondong serta berdesak-desakkan mengikuti Dia. Dapat
disimpulkan bahwa keadaan saat itu benar-benar ramai dan ‘crowded’. Ada
beberapa dugaan saya yaitu: [1] orang banyak ini mengikut Yesus karena mereka
percaya kepada Yesus dan segala yang diperbuat-Nya; [2] mereka mengikut Yesus
hanya karena ingin melihat mujizat yang akan dilakukan-Nya; [3] mereka mengikut
Yesus menuju ke rumah Yairus hanya ingin menyaksikan bagaimana Yesus
menyembuhkan anak seorang terhormat, sang kepala rumah ibadat, dan memastikan
bahwa Yesus benar-benar melakukan sesuatu yang ajaib bagi Yairus dan putrinya.
Jika dugaan saya benar maka dapat disimpulkan bahwa orang banyak ini hany
inginn melihat tanda-tanda ajaib yang dilakukan Yesus. Mereka hanya berfokus
pada mujizat, dan tidak berfokus pada Yesus, Sang pembuat mujizar.
Ayat 25-34 merupakan cerita mengenai
seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan selama 12 tahun. Penyakit ini
tentu sangat menyusahkannya karena dengan menderita penyakit pendarahan, secara
tidak langsung dia terpisah dari masyarakat umumnya. Dia memiliki dunianya
sendiri dan dipandang najis oleh orang lain. Menyentuhnya pun tidak.
Cerita
ini berpola klasik. Cerita ini menyerupai cerita-cerita kafir masa itu dengan
tema yang sama. Yesus dibayangkan sebebagai seorang pemilik tenaga ajaib yang
memancar dari diri-Nya dean menjadikan pakaiannya penuh kekuatan yang luar
biasa. Unsur dari cerita kafir ini dalam artian: perempuan itu menyentuh jubah
Yesus dengan diam-diam sebab ia ingin menyembunyikan penyakitnya. Ia malu
membuka rahasianya sebab menurut hukum yang berlaku, penyakit itu menjadikannya
najis dan dikucilkan dari masyarakat. Oleh karena itu Yesus tampil sebagai
penyembuh. Markus menegaskannya lewat kuasa Yesus yang sanggup menyembuhkan penyakit
yang gagal total disembuhkan oleh para tabib.[5]
Menurut
Bruggen, si perempuan ini mendengar ‘tentang Yesus’ (bukan berita-berita
tentang Yesus – TB LAI). Ia tidak diam-diam masuk ke dalam kerumunan orang
banyak, melainkan ia ikut bersama-sama dengan mereka. Ia juga tidak minta
diperhatikan. Baginya sudah cukup bila dia hanya menyentuh jubah Yesus. Dan
setelah di manyentuh jubah-Nya, dia merasa bahwa pendarahannya sudah berhenti
dan sembuh. Namun ada penafsir lain yang mengungkapkan: “seemingly the woman had never seen Jesus or listened to his teaching,
but was reacting spontaneously to hearsay accounts of his healing ministry.”[6]
Perempuan itu nampaknya tidak pernah melihat atau
mendengar pengajaran Yesus, dari bereaksi secara spontan ketika ada banyak
kabar yang mengatakan tentang penyembuhan yang dilakukan Yesus. Bahasa alinya, ἀκούσασα περὶ τοῦ Ἰησοῦ. Saya lebih setuju pendapat kedua bahwa perempuan itu sebelumnya tidak
tahu apa-apa mengenai Yesus, dengan alasan bahwa perempuan itu dikucilkan oleh
masyarakat karena penyakit yang dideritanya. Karena dikucilkan itulah dia tidak
tahu apa-apa yang terjadi di luar sana. Namun ketika ada kabar bahwa ada
seorang Penyembuh, maka dia langsung bereaksi dan ikut dalam kerumunan orang
banyak dan mencari kesempatan untuk menjamah jubah Sang Penyembuh.
Tindakan
menjamah untuk mencari kesesembuhan bukanlah hal yang baru (Mrk 3:10). Menarik
bahwa Yesus berhenti dan meminta keterangan siapa yang telah menjamah jubahnya.
Yesus sebenarnya tahu siapa yang menjamah jubah-Nya dan tahu cara orang itu
menjamah jubah-Nya. Dia juga tahu bahwa seorang perempuanlah yang melakukannya.
Ketika perempuan itu sadar bahwa dialah yang dicari Yesus, maka ia menjadi
sangat takut dan gemetar sehingga yang dilakukannya adalah tersungkur di depan
kaki Yesus untuk mengungkapkan semua kebenaran. Yesus kemudian tidak bertindak
sebagai orang yang menerima informasi baru, terkejut atau sejenisnya, tapi Dia
seolah-olah ingin menarik perhatian orang banyak dan memfokuskan pandangan
mereka kepada perempuan yang sakit itu. Dia hendak menyingkapkan apa yang saat
itu perlu diketahui oleh semua orang – termasuk Yairus yang bersama dengan-Nya
saat itu – bahwa iman dapat menyelamatkan seseorang.[7]
Di
sini nampak jalinan kedua cerita yang berbeda itu. Markus memuat kisah
perempuan yang sakit pendarahan seolah-olah dalam rangka meyakinkan Yairus,
yang saat itu berada dalam kekhawatiran yang amat sangat terhadap putrinya, dan
juga kepada pembacanya bahwa Yesus dapat menyembuhkan bahkan menyelamatkan
orang oleh karena iman dan percaya mereka kepada-Nya. Yesus tidak menuntut
apa-apa selain beriman penuh kepada-Nya. Itu ditunjukkan melalui apa yang ada
dalam pikiran si perempuan, yaitu asalkan dia menyentuh jubah-Nya saja pasti
dia sembuh. Sungguh suatu iman yang luar biasa.
Ayat 35, memceritakan tentang
datangnya orang dari keluarga Yairus dan memberitahukan bahwa anak-Nya telah
meninggal, jadi tidak perlu merepotkan Yesus untuk pergi ke rumahnya. Orang itu
datang ketika Yesus sedang berbicara. Tentu ia tidak mendengar apa yang Yesus
sampaikan kepada perempuan dan orang banyak saat itu tentang iman yang
menyelamatkan, sehingga ia tidak lagi punya harapan akan kesembuhan anak
Yairus. Namun apa yang dilakukan Yesus?
Ayat 36 menyampaikan perbuatan Yesus
ketika mendengar berita bahwa anak Yairus telah meninggal. Dia tidak
menghiraukan perkataan orang dari keluarga Yairus yang memberitahukan perihal
keadaan anak Yairus. Di sini iman Yairus seakan-akan diuji. Apakah dia akan
tetap berharap pada Yesus dan teguh imannya, seperti perempuan yang baru
disembuhkan Yesus, ataukah dia harus menyerah pada keadaan bahwa memang anaknya
sudah meninggal. Fakta kematian merupakan fakta yang melumpuhkan. Karena jika
seseorang belum mati, masih ada harapan untuk sembuh. Tapi apa daya bila orang
sudah mati?[8] Yesus seolah-olah tahu apa
yang ada di pikiran Yairus. Sehingga Dia mengatakan “Jangan takut, percaya
saja!”. Kata-kata ini merupakan penguatan bagi iman Yairus yang saat itu
mungkin berada dalam titik terlemah.
Menurut
Bruggmen, dengan sengaja Yesus mengaitkan iman yang dinyatakan di muka umum
(perempuan) dan iman yang diminta di depan umum (Yairus). Orang banyak yang
melihat kekuatan iman itu langsung dipanggil juga bersama Yairus untuk percaya
kepada Yesus.[9] Yesus membuat
kejadian-kejadian yang menyangkut beberapa orang menjadi satu pesan bagi banyak
orang.
Ayat 37, Yesus tidak memperbolehkan
seorangpun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes, saudara Yakobus
(TB-LAI). Pertanyaan yang muncul ketika membaca ayat ini yaitu mengapa Yesus
tidak memperbolehkan seorangpun untuk ikut dengan-Nya menuju rumah Yairus
kecuali ketiga murid-Nya? Cairns mengatakan, “the dire need in Jairus' house calls for the focusing of spiritual and
compassionate resources. for this, Jesus needs around him those, and only
those, who share his sensitive awareness and his compassion.”[10]
Yesus membutuhkan orang-orang yang sangat dekat dengan-Nya karena Ia sedang
berada dalam situasi yang lumayan kritis. Dengan begitu, Ia bisa menyalurkan
kuasa-Nya dengan baik sehingga anak Yairus dapat kembali hidup. Selain itu,
ketiga murid ini yang nantinya akan menemani Dia di saat-saat klimaks (9:2 dan
14:33). Stefan Leks, dalam bukunya Tafsir Injil Markus mengatakan bahwa “kehadiran Petrus, Yakobus, dan Yohanes pada saat pembangkitan Putri Yairus, sangat
sesuai dengan … ‘rahasia kemesiasan’. Mereka bertiga akan menjadi saksi
sakkratulmaut Yesus dan ketakutan-Nya menjelang sengsara-Nya (14:33). Tetapi
sebelumnya mereka akan diberi wahyu tentang kemuliaan Yesus di gunung perubahan
rupa (9:2).”[11]
Kehadiran hanya tiga dari 12 rasul-Nya cocok dengan rahasia kemesiasan yang
diajarkan oleh Injil Markus. Semua tindakan dan mujizat-Nya harus dirahasiakan.
Ayat 38-40, menggambarkan situasi
berkabung di rumah duka. Putri Yairus (satu-satunya) kehilangan kesempatan
untuk sembuh, dan lalu meninggal. Sanak-saudara Yairus tentu sangat berduka
karena anak ini tergolong masih sangat muda, berumur 12 tahun. Dikatakan bahwa orang-orang
ribut, menangis, dan meratap dengan suara nyaring. “Mengapa kamu ribut dan
menangis? ..” merupakan pertanyaan yang diajukan Yesus saat itu. Ini merupakan
pertanyaan retoris Yesus kepada orang-orang di sana. Dia tahu bahwa mereka
menangisi anak Yairus, namun Dia tetap bertanya, karena mungkin bagi-Nya,
menangis tidaklah tepat untuk dilakukan saat itu karena …. Ia melanjutkan
perkataan-Nya, “… Anak ini tidak mati, tetapi tidur!”. Ya, bagi Yesus, anak itu
hanya tertidur, sehingga tidaklah tepat bila mereka berduka dan menangis. Apa
respon orang-orang saat mendengar perkataan Yesus? Mereka sontak tertawa.
Mereka menertawakan Yesus. Mungkin dalam batin mereka, ‘sudah jelas-jelas anak
Yairu ini mati, kenapa Ia berani mengatakan bahwa ia hanya tertidur? Orang ini
sudah gila.” Mungkin itulah respon langsung kita bila mendengar hal yang sama. Maka
Yesus menyuruh mereka semua yang tertawa keluar. Ia hanya mengijinkan Yairus da
istrinya beserta murid-murid-Nya masuk ke dalam kamar anak perempuan itu.
Dua
situasi dipertentangkan, ribut, menangis, meratap (situasi berduka) dan tertawa
seketika. Apa yang ingin disampaikan Markus? Sebelumnya, dalam masyarakat
Yahudi ada sejenis kumpulan “pendoa dan peratap” resmi. Mereka menyanyikan
lagu-lagu duka, sambil bertepuk tangan dan menepuk dada. Nyanyian-nyanyian itu
diiringi bunyi seruling dan pelayanan ini diberikan kepada setiap orang yang
membutuhkan. Yairus yang adalah kepala rumah ibadah tentu didatangi banyak
orang sehingga rumahnya menjadi ribut. Orang-orang yang berduka ini tertawa
ketika Yesus mengatakan bahwa anak Yairus hanya tertidur. Sungguh mereka tidak
kesulitan mengganti duka dengan tawa yang sinis. Mereka meremehkan kuasa yang
Ilahi. Betapa hebat sandiwara duka yang dimainkan![12]
Mungkin ini juga yang dipertanyakan Yesus, bahwa sebenarnya mereka tidak pantas
untuk menangis dan meratap karena mereka tidak benar-benar berduka. Mereka
hanya memainkan peran mereka sebagai pendoa dan peratap resmi.
Ayat 41, Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: "Talita
kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!"
(TB-LAI). Dengan memegang tangan ingin menunjukkan kontak fisik langsung antara
Yesus dengan anak perempuan ini. Sentuhan pada seseorang yang mengalami
kesakitan dapat mengurangi rasa sakitnya (khususnya hati/perasaan). Yesus
mungkin ingin mengurangi rasa sakit anak itu, sehingga dengan lembut Ia
memegang tangan anak itu. Setelah itu Ia berkata “Talita Kum”. Ini merupakan
istilah bahasa Aram yang berarti “anak (perempuan), bangunlah/bangkitlah.
Markus mempunyai ciri khas,
yakni banyak ungkapan bahasa Aram. Memang di Injil lain ada kata-kata bahasa
Aram, namun karena memang mereka mengisahkan kejadian yang sama (cth: Kafarnaum
– Kapernaum, Betsaida, Golgota juga nama orang seperti Bartolomeus, Tomas,
dll). Yang membuat khas ialah kata-kata dengan Bahasa Arama keluar dari mulut
Yesus sendiri misalnya sebutan abba
(14:36), Boanerges (3:17), kata-kata
yang terkenal yaitu ketika Yesus di atas kayu salib, eloi,eloi lima (lama, lamma, lema) sabakhtani (15:34), effatha (7:34), talitha koem(i) (5:41).
Matius mencatat bahwa Yesus membangkitkan putrid Yairus. Lukas mencatat
perkataan Yesus (“hai anak, bangunlah!”). tetapi hanya Markus yang menegaskan
bahwa Yesus mengatakannya dalam bahasa Aram.[13] Kata
qum (koem) searti dengan
berdiri/bangun, dan Markus menerjemahkannya dengan: bangunlah (dari tidurnya). Ini menegaskan bahwa kebangkitan adalah
“berdiri kembali” (untuk hidup) atau “terbangun (dari tidur)”.[14] Inilah
kisah kebangkitan pertama menurut Markus.
Ayat 42, seketika
itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan. Betapa mengagumkan sentuhan
tangan Yesus dan perkataan yang keluar dari mulut-Nya. Kata-kata yang membuat
si anak membuka matanya dan sentuhan tangan-Nya dapat menguatkan untuk berdiri
dan berjalan.
Tertulis bahwa anak itu berusia
12 tahun. Ini merupakan tambahan dari Markus untuk memberitahukan bahwa anak
kecil (seperti yang dikatakan Yairus) sebenarnya sudah besar dan sanggup untuk
berjalan sendiri. Ungkapan anak kecil yang dikatakan Yairus hanya ingin
menunjukkan bahwa betapa sayangnya ia terhadap anaknya (di Lukas di katakana
bahwa anak itu adalah anak satu-satunya Yairus sehingga sudah sepantasnya
mereka begitu mengasihinya).
Orang-orang sangat takjub.
Mereka yang awalnya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Yesus bahwa anak
itu hanya tertidur (mungkin termasuk orangtua si anak) menjadi terheran-heran
oleh sebab anak itu bangkit. Mereka yang mulanya tertawa pun mungkin menjadi
malu. Saya yakin bahwa murid-murid pun ikut terheran dengan kebangkitan yang
dilakukan Yesus. Pembangkitan orang mati, sama seperti pengusiran roh-roh jahat
dan penyembuhan orang sakit adalah tanda kehadiran dan tindakan Allah dalam
diri Yesus yang memberi keselamatan kepada manusia.[15]
Ayat 43,
kisah ini ditutup dengan pesan Yesus: Dengan sangat Ia berpesan kepada mereka,
supaya jangan seorangpun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi
anak itu makan. Sebenarnya Yesus sudah harus tahu kalau sedang ada
banyak orang, yang nantinya akan memberitakan perihal kebangkitan anak Yairus dengan
cepat. Ini keempat kalinya dalam Injil Markus Yesus mengatakan demikian. Namun
apa sebenarnya maksud Yesus?
Cairns mengatakan, “But Mark's primary concern here is
theological rather than purely narrative. his concern is to stress his concept
of "messianic secret": that only with Jesus' passion and death will
the authentic nature of his "messianic" role be unambiguously and
safely disclosed, i.e. as a non-violent leader, and advocate of the way of
inclusivity and peace.”[16]
Seperti yang dijelaskan di atas (ayat 37), Markus menyampaikan konsep rahasia
kemesiasan Yesus. Yesus belum ingin diketahui sebagai Mesias, karena belum
waktunya. Ia hanya ingin bahwa pengikut-pengikut-Nya merasakah karaya
penyelamatan Allah di dalam diri-Nya. Melalui catatan ini Markus seolah-olah
ingin memperingatkan para pembaca: “waspadalah! Dalam peristiwa ini Yesus
menyatakan diri sebagai Anak Allah. Tetapi belumlah tiba waktunya agar hal ini
diketahui umum.”[17]
Ya, Yesus dalam Markus adalah Mesias yang berkarya secara rahasia di awal-awal
karya-Nya. Dia tidak ingin pengikut-Nya mengetahui dengan cepat siapa diri-Nya
karena masih banyak yag harus Ia kerjakan, masih banyak yang harus Ia
selamatkan, masih banyak yang harus Ia sembuhkan. Masih banyak rancangan yang
tidak diketahui oleh mereka.
III.
Penutup
dan Refleksi
Perikop ini cukup
membuat kita pembaca naik-turun mengikuti alur yang ada, mengikuti ketegangan
yang ada, dan turut meresapi setiap perkataan singkat yang dikatakan Yesus. Apa
yang ingin disampaikan Markus dan Yesus melalui perikop ini?
Saya secara
pribadi mengambil 3 makna dari perikop ini. Yang pertama, sikap rendah hati yang
ditunjukkan perempuan yang sakit pendarahan dan Yairus. Keduanya sama-sama
berada dalam situasi yang mungkin terendah dalam kehidupan mereka. Yang satu
merasa terkucilkan, yang satunya lagi merasa hampir kehilangan anak
satu-satunya yang dikasihi. Namun kedua tokoh ini tidak enggan untuk
merendahkan diri mereka di hadapan Yesus, terutama Yairus. Yairus, dengan semua
jabatan yang dia punya, tidak segan untuk menjatuhkan diri di hadapan Yesus,
merendahkan diri dengan sangat untuk memohon belas kasihan Yesus. Yairus secara
sadar memohon kepada Yesus untuk menyembuhkan putrinya. Kasihnya kepada
putrinya membuta ia rela melakukan apa saja. Demikian juga Bapa di Sorga. Ia
begitu mengasihi kita sebagai anak-Nya, sehingga Dia rela memberikan apa saja
untuk menyelamatkan kita anak-anak-Nya.
Kedua,Yesus,
dalam karya-Nya memperhitungkan segala situasi. Ia tahu bahwa Ia harus menolong
putrid Yairus namun Ia juga sempat menolong perempuan yang sakit. Ia tahu mana
yang baik untuk dilakukan-Nya. Ia tahu bagaimana membuat kita percaya dan tetap
beriman kepada-Nya, Ia membisikkan kata lembut di hati kita “jangan takut,
percaya saja!”.
Ketiga, beriman
itu aktif. Perempuan yang sakit pendarahan dan Yairus aktif mencari Yesus untuk
menolong mereka. mereka tidak diam menunggu belas kasih Allah datang
menghampiri mereka, tetapi mereka bergerak maju untuk menghampiri belas kasih
Allah. Allah telah memberikan anugerah-Nya bagi kita, hanya saja kita tidak mau
bergerak, tidak mau bangun dan bangkit untuk menyambutnya. Yesus berkata
“talita kum” bukan hanya kepada putrid Yairus, tetapi kepada kita,
anak-anak-Nya di masa kini. Allah menginginkan kita untuk bangun dari tidur,
bangkit dan memberitakan pemerintahan Allah ke seluruh dunia. Yesus, anak-Nya
telah bangkit untuk membuka jalan pewartaan kabar sukacita Allah. Sudah saatnya
bagi kita untuk mengikuti karya-Nya dulu sehingga semua ciptaan-Nya dapat
menyambut anugerah dan pemerintahan-Nya.
Sekali lagi Ia
berkata, “jangan takut, percaya saja!”
IV.
Daftar
Pustaka
Barclay,
Wlliam, Pemahaman
Alkitab Setiap hari – Injil Markus, BPK Gunung Mulia, 2003
Cairns,
Ian J., Mark of a
Non-Realist, New Zealand: Materton, 2004
Deleorme,
J.,
Injil Markus, Yogyakarta: Kanisius,
1978
Leks,
Stefan, Meditasi
Bersama Markus, Yogyakarta: Kanisius, 1990
Leks,
Stefan, Tafsir Injil
Markus, Yogyakarta: Kanisius, 2003
Kupang, 16
Desember 2011
[1]
Lihat buku Dr. Jakob van Bruggen, Markus:
Injil Menurut Petrus, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm.185-186
[2] William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap hari –
Injil Markus, (BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 206-207
[3]
Dr. Jakob van Bruggen, Markus: Injil
Menurut Petrus, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm. 190
[4]
Stefan Leks, Tafsir Injil Markus,(Yogyakarta:
Kanisius, 203) hlm. 193
[5] J.
Deleorme, Injil Markus, (Yogyakarta:
Kanisius, 1978), hlm. 69-70
[6]
Ian J. Cairns, Mark of a Non-Realist,
(New Zealand: Materton, 2004), p. 70
[7]
Bruggen, hlm. 187-188
[8] Stefan
Leks, Meditasi Bersama Markus,
(Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 129
[9]
Bruggmen, hlm. 189
[10]
Cairns, p.73-74
[11]
Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 205
[12]
Leks, Tafsir Injil Markus, hlm
205-206
[13]
Bruggen, hlm.17-18
[14]
Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 207
[15]
ibid
[16]
Cairns, p. 74
[17]
Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar