Minggu, 13 Mei 2012

“Jangan takut, percaya saja!”


Sebuah tafsiran atas Markus 5: 21-43

I.          Pendahuluan
Markus adalah salah satu dari tiga Injil Sinoptik. Markus dipercaya sebagai Injil tertua dibanding dengan kedua Injil lainnya. Karena paling tua inilah Markus juga disebut sebagai sumber utama dari Injil Matius dan Lukas. Namun harus diingat bahwa Markus juga mempunyai sumbernya sendiri.
Markus dalam pemberitaannya yang memakai bahasa sederhana dan cenderung ‘rahasia’; perumpamaan yang hanya dijelaskan kepada murid-murid-Nya (Mrk 4: 30-34); bagaimana Dia melakukan mujizat namun menyuruh orang-orang yang menyaksikan mujizat-Nya untuk tidak memberitahukan kepada siapapun (Mrk 5:41), ironis karena Yesus menyembuhkan orang di saat banyak orang yang berkumpul mengerumuni Dia, yang sudah tentu akan menjadi bahan pembicaraan publik – namun di sisi lain diceritakan bahwa Yesus juga menyuruh orang yang disembuhkan-Nya untuk menyampaikan kesembuhannya kepada orang lain (Mrk 5: 19).
Banyak model tafsiran yang dapat digunakan untuk menafsir Injil Markus berdasarkan acuan yang ada (kritik bentuk, kritik historis, kritik naratif, dsb). Namun dalam paper ini, saya akan menggunakan berbagai macam model tafsiran untuk menafsir perikop Markus 5:21-43 sesuai dengan kebutuhan.

II.       Tafsiran Markus 5:21-43
Perikop ini berada dalam cerita besar mengenai mujizat yang dilakukan oleh Yesus. Dalam hal ini Yesus melaksanakannya di daerah Galilea dan sekitarnya. Galilea adalah tempat di mana Yesus memulai karya dan pelayanan dalam hidup-Nya menurut Markus. Bila saya diberi ruang untuk berimajinasi, mungkin inilah yang dikatakan Yesus sebelum memulai pelayanan-Nya. “inilah tempatKu melaksanakan misi dari Bapa-Ku. Biarlah apa yang Aku katakan dan Aku perbuat dapat membuka mata mereka bahwa Akulah yang akan menyelamatkan mereka.”
Markus 5: 21-43 mengisahkan sekaligus dua mujizat dari sekian banyak mujizat yang dilakukan Yesus yang dituangkan dalam Markus. Dua cerita ini berbeda namun saling berkaitan dan berlangsung di tempat yang sama. Alur dan titik sorot pemberitaannya berpindah-pindah sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi pembaca masa kini. Namun, harus disadari bahwa kedua cerita itu memiliki hubungan yang sangat erat sehingga sulit bila harus dipisahkan, dan juga inilah gaya penulisan Markus. Dua cerita yang berbeda yaitu tentang putri Yairus, anak kepala rumah ibadah/sinagoge yang sakit dan hampir mati dan seorang perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun. Alur kedua cerita tersebut yaitu: [1] Yairus datang kepada Yesus di pantai danau Galilea, beberapa hari setelah Yesus kembali dari daerah orang Gadara di seberang danau (5:21-24); [2] perempuan yang sakit pendarahan mencari kesembuhan pada Yesus, ketika Yesus sedang berjalan dari danau menuju tempat Yairus. Dalam perjalanan ke sana, seluruh perhatian tertuju kepada perempuan yang sakit pendarahan (5:25-34). Bila diumpamakan sebuah panggung, lampu sorot hanya tertuju pada Yesus dan perempuan tersebut.; [3] pembangkitan anak Yairus yang terjadi di rumah duka (5:35-43). Sorotnya berpindah sekali lagi.[1] Menurut Bruggen, kedua kejadian ini terjalin, namun nampaknya saling mengganggu.
Di bawah ini akan saya paparkan tafsiran per ayat dari perikop ini.
Ayat 21, dikatakan bahwa Yesus baru tiba dari seberang sedang orang banyak berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia (ITB). Daerah seberang ialah Gerasa (daerah Gadara), tempat di mana Yesus mengusir roh jahat. Orang banyak ini anonim. Mereka mengikut Yesus, namun sekedar mengikut untuk mendengar apa yang diajarkan dan melihat mujizat apa yang dilakukan-Nya. Tidak ada keterangan bahwa keikutsertaan mereka juga turut dalam pelayanan mereka bersama Yesus. Mungkin ada satu, atau dua orang yang pada akhirnya turut melayani bersama Dia. Orang-orang ini mungkin adalah orang yang sama yang mendengarkan Yesus menyampaikan perumpamaan-perumpamaan di perikop sebelumnya. Yesus seumpama sedang melanjutkan pengajaran-Nya.
Ayat 22, dikatakan bahwa sementara Ia berada di tepi danau, Yairus, seorang kepala rumah ibadah datang untuk bertemu dengan-Nya. Setelah ia melihat Yesus, ia segera tersungkur di depan kaki Yesus. Ada dua hal yang ingin saya tonjolkan, yaitu perihal status Yairus yang ditekankan oleh Markus dan apa yang Yairus lakukan ketika bertemu dengan Yesus. Untuk itu saya akan merujuk pada bahasa asli dan beberapa terjemahannya.
BGT  Mark 5:22 Καὶ ἔρχεται εἷς τῶν ἀρχισυναγώγων, ὀνόματι Ἰάϊρος, καὶ ἰδὼν αὐτὸν πίπτει πρὸς τοὺς πόδας αὐτοῦ
ITB  Mark 5:22 datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya
BIS  Mark 5:22 Datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah seorang pemimpin rumah ibadat di kota itu. Ketika ia melihat Yesus, ia sujud di depan-Nya,
KJV  Mark 5:22 And, behold, there cometh one of the rulers of the synagogue, Jairus by name; and when he saw him, he fell at his feet,
NIV  Mark 5:22 Then one of the synagogue rulers, named Jairus, came there. Seeing Jesus, he fell at his feet
Kata ἀρχισυναγώγων berasal dari kata ἀρχισυνάγωγος yang berarti seorang pemimpin atau kepala rumah ibadah/sinagoge. Kepala rumah ibadah tergolong orang yang lumayan penting. Ia adalah orang yang bertanggung jawab atas penyeleggaraan semua kegiatan di dalam rumah ibadat. Ia adalah ketua dewan tua-tua yang bertanggung jawab untuk manajemen yang baik dari rumah ibadah. Ia bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadat-ibadat. Biasanya ia tidak terlibat langsung dalam hal-hal itu. Namun, ia bertanggung jawab untuk mengatur jadwal orang-orang yang bertugas dan untuk memantau apakah mereka melaksanakannya dengan baik atau tidak. Pemimpin rumah ibadat adalah salah seorang yang paling penting dan paling dihormati di tengah-tengah masyarakat.[2] Pada zaman itu juga tiap-tiap sinagoge hanya mempunyai satu kepala rumah ibadah. Biasanya dari pihak sinagoge, Yesus seringkali tidak mendapat penghargaan melainkan kecaman.[3] Oleh karena itu, sangat menonjol bila seorang kepala ibadah datang dan tersungkur di depan kaki Yesus.
Selain itu, dalam ayat ini terdapat kata πίπτει yang menggambarkan apa yang diperbuat Yairus setelah bertemu Yesus. Kata ini berasal dari kata πίπτω yang berarti jatuh (fell – fall) atau bisa juga menjatuhkan diri. Penulis Markus ingin menyampaikan kepada pembacanya bahwa Yairus, yang dikenal sebagai Kepala rumah ibadah/sinagoge dan sekaligus dihormati secara sadar menjatuhkan dirinya dihadapan Yesus untuk kesembuhan putrinya yang masih kecil. Menjatuhkan diri menunjukkan bahwa Yairus benar-benar berserah dan pasrah kepada Yesus yang notabene bisa disebut sebagai ‘musuh’. Yairus memberikan penghormatan kepada Yesus dengan secara sengaja menjatuhkan dirinya sebelum ia meminta belas kasihan Yesus kepada putrinya dan sekaligus menunjukkan betapa penting permohonannya ini.[4] Sungguh, ini adalah situasi yang cukup menegangkan di mana sikap kerendahan hati seorang pemimpin ditunjukkan demi kesembuhan anaknya yang masih kecil.
Ayat 23-24, adalah permohonan Yairus dan tanggapan Yesus atas permohonannya. Yairus dengan sadar dan rendah hati memohon belas kasihan Yesus terhadap anak-Nya. Yairus hanya ingin agar Yesus menumpangkan tangan-Nya di atas kepala putrinya agar pputrinya dapa sembuh. Yairus tidak menginginkas sebuah mujizat yang’wah’ agar dirinya serta keluarganya semakin dilihat oleh masyarakat. Karena melihat perbuatan serta mendengar permohonan Yairus, maka Yesus dengan segera mengambil keputusan untuk pergi ke rumah Yesus. Dikatakan bahwa orang banyak ‘anonim’ pergi berbondong-bondong serta berdesak-desakkan mengikuti Dia. Dapat disimpulkan bahwa keadaan saat itu benar-benar ramai dan ‘crowded’. Ada beberapa dugaan saya yaitu: [1] orang banyak ini mengikut Yesus karena mereka percaya kepada Yesus dan segala yang diperbuat-Nya; [2] mereka mengikut Yesus hanya karena ingin melihat mujizat yang akan dilakukan-Nya; [3] mereka mengikut Yesus menuju ke rumah Yairus hanya ingin menyaksikan bagaimana Yesus menyembuhkan anak seorang terhormat, sang kepala rumah ibadat, dan memastikan bahwa Yesus benar-benar melakukan sesuatu yang ajaib bagi Yairus dan putrinya. Jika dugaan saya benar maka dapat disimpulkan bahwa orang banyak ini hany inginn melihat tanda-tanda ajaib yang dilakukan Yesus. Mereka hanya berfokus pada mujizat, dan tidak berfokus pada Yesus, Sang pembuat mujizar.
Ayat 25-34 merupakan cerita mengenai seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan selama 12 tahun. Penyakit ini tentu sangat menyusahkannya karena dengan menderita penyakit pendarahan, secara tidak langsung dia terpisah dari masyarakat umumnya. Dia memiliki dunianya sendiri dan dipandang najis oleh orang lain. Menyentuhnya pun tidak.
Cerita ini berpola klasik. Cerita ini menyerupai cerita-cerita kafir masa itu dengan tema yang sama. Yesus dibayangkan sebebagai seorang pemilik tenaga ajaib yang memancar dari diri-Nya dean menjadikan pakaiannya penuh kekuatan yang luar biasa. Unsur dari cerita kafir ini dalam artian: perempuan itu menyentuh jubah Yesus dengan diam-diam sebab ia ingin menyembunyikan penyakitnya. Ia malu membuka rahasianya sebab menurut hukum yang berlaku, penyakit itu menjadikannya najis dan dikucilkan dari masyarakat. Oleh karena itu Yesus tampil sebagai penyembuh. Markus menegaskannya lewat kuasa Yesus yang sanggup menyembuhkan penyakit yang gagal total disembuhkan oleh para tabib.[5]
Menurut Bruggen, si perempuan ini mendengar ‘tentang Yesus’ (bukan berita-berita tentang Yesus – TB LAI). Ia tidak diam-diam masuk ke dalam kerumunan orang banyak, melainkan ia ikut bersama-sama dengan mereka. Ia juga tidak minta diperhatikan. Baginya sudah cukup bila dia hanya menyentuh jubah Yesus. Dan setelah di manyentuh jubah-Nya, dia merasa bahwa pendarahannya sudah berhenti dan sembuh. Namun ada penafsir lain yang mengungkapkan: “seemingly the woman had never seen Jesus or listened to his teaching, but was reacting spontaneously to hearsay accounts of his healing ministry.”[6] Perempuan itu nampaknya tidak pernah melihat atau mendengar pengajaran Yesus, dari bereaksi secara spontan ketika ada banyak kabar yang mengatakan tentang penyembuhan yang dilakukan Yesus. Bahasa alinya, ἀκούσασα περὶ τοῦ Ἰησοῦ. Saya lebih setuju pendapat kedua bahwa perempuan itu sebelumnya tidak tahu apa-apa mengenai Yesus, dengan alasan bahwa perempuan itu dikucilkan oleh masyarakat karena penyakit yang dideritanya. Karena dikucilkan itulah dia tidak tahu apa-apa yang terjadi di luar sana. Namun ketika ada kabar bahwa ada seorang Penyembuh, maka dia langsung bereaksi dan ikut dalam kerumunan orang banyak dan mencari kesempatan untuk menjamah jubah Sang Penyembuh.
Tindakan menjamah untuk mencari kesesembuhan bukanlah hal yang baru (Mrk 3:10). Menarik bahwa Yesus berhenti dan meminta keterangan siapa yang telah menjamah jubahnya. Yesus sebenarnya tahu siapa yang menjamah jubah-Nya dan tahu cara orang itu menjamah jubah-Nya. Dia juga tahu bahwa seorang perempuanlah yang melakukannya. Ketika perempuan itu sadar bahwa dialah yang dicari Yesus, maka ia menjadi sangat takut dan gemetar sehingga yang dilakukannya adalah tersungkur di depan kaki Yesus untuk mengungkapkan semua kebenaran. Yesus kemudian tidak bertindak sebagai orang yang menerima informasi baru, terkejut atau sejenisnya, tapi Dia seolah-olah ingin menarik perhatian orang banyak dan memfokuskan pandangan mereka kepada perempuan yang sakit itu. Dia hendak menyingkapkan apa yang saat itu perlu diketahui oleh semua orang – termasuk Yairus yang bersama dengan-Nya saat itu – bahwa iman dapat menyelamatkan seseorang.[7]
Di sini nampak jalinan kedua cerita yang berbeda itu. Markus memuat kisah perempuan yang sakit pendarahan seolah-olah dalam rangka meyakinkan Yairus, yang saat itu berada dalam kekhawatiran yang amat sangat terhadap putrinya, dan juga kepada pembacanya bahwa Yesus dapat menyembuhkan bahkan menyelamatkan orang oleh karena iman dan percaya mereka kepada-Nya. Yesus tidak menuntut apa-apa selain beriman penuh kepada-Nya. Itu ditunjukkan melalui apa yang ada dalam pikiran si perempuan, yaitu asalkan dia menyentuh jubah-Nya saja pasti dia sembuh. Sungguh suatu iman yang luar biasa.
Ayat 35, memceritakan tentang datangnya orang dari keluarga Yairus dan memberitahukan bahwa anak-Nya telah meninggal, jadi tidak perlu merepotkan Yesus untuk pergi ke rumahnya. Orang itu datang ketika Yesus sedang berbicara. Tentu ia tidak mendengar apa yang Yesus sampaikan kepada perempuan dan orang banyak saat itu tentang iman yang menyelamatkan, sehingga ia tidak lagi punya harapan akan kesembuhan anak Yairus. Namun apa yang dilakukan Yesus?
Ayat 36 menyampaikan perbuatan Yesus ketika mendengar berita bahwa anak Yairus telah meninggal. Dia tidak menghiraukan perkataan orang dari keluarga Yairus yang memberitahukan perihal keadaan anak Yairus. Di sini iman Yairus seakan-akan diuji. Apakah dia akan tetap berharap pada Yesus dan teguh imannya, seperti perempuan yang baru disembuhkan Yesus, ataukah dia harus menyerah pada keadaan bahwa memang anaknya sudah meninggal. Fakta kematian merupakan fakta yang melumpuhkan. Karena jika seseorang belum mati, masih ada harapan untuk sembuh. Tapi apa daya bila orang sudah mati?[8] Yesus seolah-olah tahu apa yang ada di pikiran Yairus. Sehingga Dia mengatakan “Jangan takut, percaya saja!”. Kata-kata ini merupakan penguatan bagi iman Yairus yang saat itu mungkin berada dalam titik terlemah.
Menurut Bruggmen, dengan sengaja Yesus mengaitkan iman yang dinyatakan di muka umum (perempuan) dan iman yang diminta di depan umum (Yairus). Orang banyak yang melihat kekuatan iman itu langsung dipanggil juga bersama Yairus untuk percaya kepada Yesus.[9] Yesus membuat kejadian-kejadian yang menyangkut beberapa orang menjadi satu pesan bagi banyak orang.
Ayat 37, Yesus tidak memperbolehkan seorangpun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes, saudara Yakobus (TB-LAI). Pertanyaan yang muncul ketika membaca ayat ini yaitu mengapa Yesus tidak memperbolehkan seorangpun untuk ikut dengan-Nya menuju rumah Yairus kecuali ketiga murid-Nya? Cairns mengatakan, “the dire need in Jairus' house calls for the focusing of spiritual and compassionate resources. for this, Jesus needs around him those, and only those, who share his sensitive awareness and his compassion.”[10] Yesus membutuhkan orang-orang yang sangat dekat dengan-Nya karena Ia sedang berada dalam situasi yang lumayan kritis. Dengan begitu, Ia bisa menyalurkan kuasa-Nya dengan baik sehingga anak Yairus dapat kembali hidup. Selain itu, ketiga murid ini yang nantinya akan menemani Dia di saat-saat klimaks (9:2 dan 14:33). Stefan Leks, dalam bukunya Tafsir Injil Markus mengatakan bahwa “kehadiran Petrus, Yakobus, dan Yohanes pada saat pembangkitan Putri Yairus, sangat sesuai dengan … ‘rahasia kemesiasan’. Mereka bertiga akan menjadi saksi sakkratulmaut Yesus dan ketakutan-Nya menjelang sengsara-Nya (14:33). Tetapi sebelumnya mereka akan diberi wahyu tentang kemuliaan Yesus di gunung perubahan rupa (9:2).”[11] Kehadiran hanya tiga dari 12 rasul-Nya cocok dengan rahasia kemesiasan yang diajarkan oleh Injil Markus. Semua tindakan dan mujizat-Nya harus dirahasiakan.
Ayat 38-40, menggambarkan situasi berkabung di rumah duka. Putri Yairus (satu-satunya) kehilangan kesempatan untuk sembuh, dan lalu meninggal. Sanak-saudara Yairus tentu sangat berduka karena anak ini tergolong masih sangat muda, berumur 12 tahun. Dikatakan bahwa orang-orang ribut, menangis, dan meratap dengan suara nyaring. “Mengapa kamu ribut dan menangis? ..” merupakan pertanyaan yang diajukan Yesus saat itu. Ini merupakan pertanyaan retoris Yesus kepada orang-orang di sana. Dia tahu bahwa mereka menangisi anak Yairus, namun Dia tetap bertanya, karena mungkin bagi-Nya, menangis tidaklah tepat untuk dilakukan saat itu karena …. Ia melanjutkan perkataan-Nya, “… Anak ini tidak mati, tetapi tidur!”. Ya, bagi Yesus, anak itu hanya tertidur, sehingga tidaklah tepat bila mereka berduka dan menangis. Apa respon orang-orang saat mendengar perkataan Yesus? Mereka sontak tertawa. Mereka menertawakan Yesus. Mungkin dalam batin mereka, ‘sudah jelas-jelas anak Yairu ini mati, kenapa Ia berani mengatakan bahwa ia hanya tertidur? Orang ini sudah gila.” Mungkin itulah respon langsung kita bila mendengar hal yang sama. Maka Yesus menyuruh mereka semua yang tertawa keluar. Ia hanya mengijinkan Yairus da istrinya beserta murid-murid-Nya masuk ke dalam kamar anak perempuan itu.
Dua situasi dipertentangkan, ribut, menangis, meratap (situasi berduka) dan tertawa seketika. Apa yang ingin disampaikan Markus? Sebelumnya, dalam masyarakat Yahudi ada sejenis kumpulan “pendoa dan peratap” resmi. Mereka menyanyikan lagu-lagu duka, sambil bertepuk tangan dan menepuk dada. Nyanyian-nyanyian itu diiringi bunyi seruling dan pelayanan ini diberikan kepada setiap orang yang membutuhkan. Yairus yang adalah kepala rumah ibadah tentu didatangi banyak orang sehingga rumahnya menjadi ribut. Orang-orang yang berduka ini tertawa ketika Yesus mengatakan bahwa anak Yairus hanya tertidur. Sungguh mereka tidak kesulitan mengganti duka dengan tawa yang sinis. Mereka meremehkan kuasa yang Ilahi. Betapa hebat sandiwara duka yang dimainkan![12] Mungkin ini juga yang dipertanyakan Yesus, bahwa sebenarnya mereka tidak pantas untuk menangis dan meratap karena mereka tidak benar-benar berduka. Mereka hanya memainkan peran mereka sebagai pendoa dan peratap resmi.
Ayat 41, Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" (TB-LAI). Dengan memegang tangan ingin menunjukkan kontak fisik langsung antara Yesus dengan anak perempuan ini. Sentuhan pada seseorang yang mengalami kesakitan dapat mengurangi rasa sakitnya (khususnya hati/perasaan). Yesus mungkin ingin mengurangi rasa sakit anak itu, sehingga dengan lembut Ia memegang tangan anak itu. Setelah itu Ia berkata “Talita Kum”. Ini merupakan istilah bahasa Aram yang berarti “anak (perempuan), bangunlah/bangkitlah.
Markus mempunyai ciri khas, yakni banyak ungkapan bahasa Aram. Memang di Injil lain ada kata-kata bahasa Aram, namun karena memang mereka mengisahkan kejadian yang sama (cth: Kafarnaum – Kapernaum, Betsaida, Golgota juga nama orang seperti Bartolomeus, Tomas, dll). Yang membuat khas ialah kata-kata dengan Bahasa Arama keluar dari mulut Yesus sendiri misalnya sebutan abba (14:36), Boanerges (3:17), kata-kata yang terkenal yaitu ketika Yesus di atas kayu salib, eloi,eloi lima (lama, lamma, lema) sabakhtani (15:34), effatha (7:34), talitha koem(i) (5:41). Matius mencatat bahwa Yesus membangkitkan putrid Yairus. Lukas mencatat perkataan Yesus (“hai anak, bangunlah!”). tetapi hanya Markus yang menegaskan bahwa Yesus mengatakannya dalam bahasa Aram.[13] Kata qum (koem) searti dengan berdiri/bangun, dan Markus menerjemahkannya dengan: bangunlah (dari tidurnya). Ini menegaskan bahwa kebangkitan adalah “berdiri kembali” (untuk hidup) atau “terbangun (dari tidur)”.[14] Inilah kisah kebangkitan pertama menurut Markus.
Ayat 42, seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan. Betapa mengagumkan sentuhan tangan Yesus dan perkataan yang keluar dari mulut-Nya. Kata-kata yang membuat si anak membuka matanya dan sentuhan tangan-Nya dapat menguatkan untuk berdiri dan berjalan.
Tertulis bahwa anak itu berusia 12 tahun. Ini merupakan tambahan dari Markus untuk memberitahukan bahwa anak kecil (seperti yang dikatakan Yairus) sebenarnya sudah besar dan sanggup untuk berjalan sendiri. Ungkapan anak kecil yang dikatakan Yairus hanya ingin menunjukkan bahwa betapa sayangnya ia terhadap anaknya (di Lukas di katakana bahwa anak itu adalah anak satu-satunya Yairus sehingga sudah sepantasnya mereka begitu mengasihinya).
Orang-orang sangat takjub. Mereka yang awalnya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Yesus bahwa anak itu hanya tertidur (mungkin termasuk orangtua si anak) menjadi terheran-heran oleh sebab anak itu bangkit. Mereka yang mulanya tertawa pun mungkin menjadi malu. Saya yakin bahwa murid-murid pun ikut terheran dengan kebangkitan yang dilakukan Yesus. Pembangkitan orang mati, sama seperti pengusiran roh-roh jahat dan penyembuhan orang sakit adalah tanda kehadiran dan tindakan Allah dalam diri Yesus yang memberi keselamatan kepada manusia.[15]
Ayat 43, kisah ini ditutup dengan pesan Yesus: Dengan sangat Ia berpesan kepada mereka, supaya jangan seorangpun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi anak itu makan. Sebenarnya Yesus sudah harus tahu kalau sedang ada banyak orang, yang nantinya akan memberitakan perihal kebangkitan anak Yairus dengan cepat. Ini keempat kalinya dalam Injil Markus Yesus mengatakan demikian. Namun apa sebenarnya maksud Yesus?
Cairns mengatakan, “But Mark's primary concern here is theological rather than purely narrative. his concern is to stress his concept of "messianic secret": that only with Jesus' passion and death will the authentic nature of his "messianic" role be unambiguously and safely disclosed, i.e. as a non-violent leader, and advocate of the way of inclusivity and peace.”[16] Seperti yang dijelaskan di atas (ayat 37), Markus menyampaikan konsep rahasia kemesiasan Yesus. Yesus belum ingin diketahui sebagai Mesias, karena belum waktunya. Ia hanya ingin bahwa pengikut-pengikut-Nya merasakah karaya penyelamatan Allah di dalam diri-Nya. Melalui catatan ini Markus seolah-olah ingin memperingatkan para pembaca: “waspadalah! Dalam peristiwa ini Yesus menyatakan diri sebagai Anak Allah. Tetapi belumlah tiba waktunya agar hal ini diketahui umum.”[17] Ya, Yesus dalam Markus adalah Mesias yang berkarya secara rahasia di awal-awal karya-Nya. Dia tidak ingin pengikut-Nya mengetahui dengan cepat siapa diri-Nya karena masih banyak yag harus Ia kerjakan, masih banyak yang harus Ia selamatkan, masih banyak yang harus Ia sembuhkan. Masih banyak rancangan yang tidak diketahui oleh mereka.

III.    Penutup dan Refleksi
Perikop ini cukup membuat kita pembaca naik-turun mengikuti alur yang ada, mengikuti ketegangan yang ada, dan turut meresapi setiap perkataan singkat yang dikatakan Yesus. Apa yang ingin disampaikan Markus dan Yesus melalui perikop ini?
Saya secara pribadi mengambil 3 makna dari perikop ini. Yang pertama, sikap rendah hati yang ditunjukkan perempuan yang sakit pendarahan dan Yairus. Keduanya sama-sama berada dalam situasi yang mungkin terendah dalam kehidupan mereka. Yang satu merasa terkucilkan, yang satunya lagi merasa hampir kehilangan anak satu-satunya yang dikasihi. Namun kedua tokoh ini tidak enggan untuk merendahkan diri mereka di hadapan Yesus, terutama Yairus. Yairus, dengan semua jabatan yang dia punya, tidak segan untuk menjatuhkan diri di hadapan Yesus, merendahkan diri dengan sangat untuk memohon belas kasihan Yesus. Yairus secara sadar memohon kepada Yesus untuk menyembuhkan putrinya. Kasihnya kepada putrinya membuta ia rela melakukan apa saja. Demikian juga Bapa di Sorga. Ia begitu mengasihi kita sebagai anak-Nya, sehingga Dia rela memberikan apa saja untuk menyelamatkan kita anak-anak-Nya.
Kedua,Yesus, dalam karya-Nya memperhitungkan segala situasi. Ia tahu bahwa Ia harus menolong putrid Yairus namun Ia juga sempat menolong perempuan yang sakit. Ia tahu mana yang baik untuk dilakukan-Nya. Ia tahu bagaimana membuat kita percaya dan tetap beriman kepada-Nya, Ia membisikkan kata lembut di hati kita “jangan takut, percaya saja!”.
Ketiga, beriman itu aktif. Perempuan yang sakit pendarahan dan Yairus aktif mencari Yesus untuk menolong mereka. mereka tidak diam menunggu belas kasih Allah datang menghampiri mereka, tetapi mereka bergerak maju untuk menghampiri belas kasih Allah. Allah telah memberikan anugerah-Nya bagi kita, hanya saja kita tidak mau bergerak, tidak mau bangun dan bangkit untuk menyambutnya. Yesus berkata “talita kum” bukan hanya kepada putrid Yairus, tetapi kepada kita, anak-anak-Nya di masa kini. Allah menginginkan kita untuk bangun dari tidur, bangkit dan memberitakan pemerintahan Allah ke seluruh dunia. Yesus, anak-Nya telah bangkit untuk membuka jalan pewartaan kabar sukacita Allah. Sudah saatnya bagi kita untuk mengikuti karya-Nya dulu sehingga semua ciptaan-Nya dapat menyambut anugerah dan pemerintahan-Nya.
Sekali lagi Ia berkata, “jangan takut, percaya saja!”




IV.    Daftar Pustaka

Barclay, Wlliam, Pemahaman Alkitab Setiap hari – Injil Markus, BPK Gunung Mulia, 2003
Cairns, Ian J., Mark of a Non-Realist, New Zealand: Materton, 2004
Deleorme, J., Injil Markus, Yogyakarta: Kanisius, 1978
Leks, Stefan, Meditasi Bersama Markus, Yogyakarta: Kanisius, 1990
Leks, Stefan, Tafsir Injil Markus, Yogyakarta: Kanisius, 2003








Kupang, 16 Desember 2011


[1] Lihat buku Dr. Jakob van Bruggen, Markus: Injil Menurut Petrus, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm.185-186
[2] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap hari – Injil Markus, (BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 206-207
[3] Dr. Jakob van Bruggen, Markus: Injil Menurut Petrus, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hlm. 190
[4] Stefan Leks, Tafsir Injil Markus,(Yogyakarta: Kanisius, 203) hlm. 193
[5] J. Deleorme, Injil Markus, (Yogyakarta: Kanisius, 1978), hlm. 69-70
[6] Ian J. Cairns, Mark of a Non-Realist, (New Zealand: Materton, 2004), p. 70
[7] Bruggen, hlm. 187-188
[8] Stefan Leks, Meditasi Bersama Markus, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 129
[9] Bruggmen, hlm. 189
[10] Cairns, p.73-74
[11] Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 205
[12] Leks, Tafsir Injil Markus, hlm 205-206
[13] Bruggen, hlm.17-18
[14] Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 207
[15] ibid
[16] Cairns, p. 74
[17] Leks, Tafsir Injil Markus, hlm. 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar