Minggu, 13 Mei 2012

Mengubah Bahan PA Tradisional Menjadi PA dengan Shared Christian Praxis (SCP)



Pengantar
Gereja masa kini masih menggunakan cara-cara yang tradisional dalam memahami Alkitab. Cara tradisional ini juga turut membuat cara pandang jemaat tetap tradisional sehingga tidak ada perubahan dalam gereja. Untuk itu, perlu diketahui cara-cara dalam memahami Alkitab yang lebih modern, agar pola pikir dan cara pandang jemaat terhadap Alkitab pun ikut berkembang, dan pada akhirnya membuat gereja terus melangkah pada pembaharuan diri.
Salah satu cara modern yang ditawarkan adalah Pemahaman Alkitab dengan menggunakan metode Shared Christian Praxis (SCP). Metode ini ditawarkan oleh Thomas Groome, dan menurutnya, SCP berarti suatu pedagogi yang partisipatif dan dialogis di mana orang-orang berefleksi secara kritis terhadap pengalaman hidup mereka sendiri pada suatu waktu dan tempat dan terhadap realitas sosiokultural mereka, mempunyai akses bersama ke dalam Cerita/Visi Kristen, dan secara pribadi mengambil maknanya dalam komunitas dengan tujuan kreatif untuk memperbarui praksis iman Kristen menuju pemerintahan Allah bagi seluruh ciptaan. [1] Tujuan dari metode ini ialah untuk pemerintahan Allah, untuk pertumbuhan iman yang mencakup pengetahuan, relasi, dan perbuatan, untuk kebebasan manusia seutuhnya, dan menghadirkan syalom Allah di bumi.
SCP memiliki 5 Gerakan untuk memandu persiapan dan jalannya sebuah PA, yaitu
1.      Gerakan 1 (G1), Ekspresi/cerita praksis masa kini
2.      G2, Refleksi kritis aksi masa kini
3.      G3, Jalan masuk kepada Cerita dan Visi Kristen
4.      G4, Hermeneutik dialektis untuk mengambil makna Cerita dan Visi Kristen bagi cerita-cerita dan visi-visi peserta
5.      G5, Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman Kristen
Sebelum gerakan-gerakan ini dipersiapkan dan dijalankan, paling pertama harus ditentukan Aktifitas Terfokus yang di dalamnya ada tema generatif.
Dalam paper ini akan dipaparkan simulasi PA dalam sebuah wilayah pelayanan dengan Kategori Dewasa (25-35thn) di jemaat GMIT Talitakumi Kupang.
Bahan : Yesaya 1: 1-31
Aktivitas Terfokus
Pada prinsipnya dalam aktifitas terfokus, peserta diarahkan ke praksis masa kini dalam ruang dan waktu. Di sinilah tema generatif ditentukan. Tema generatif adalah isu historis berupa pertanyaan, nilai, kepercayaan, konsep, peristiwa, situasi dan sebagainya, yang membuat peserta terlibat aktif karena isu itu penting dan berarti.[2] Penting dan berarti karena merupakan aspek dari kehidupan dan kenyataan hidup. Secara Teologis, dalam aktifitas terfokus, Allah secara aktif menyatakan diri-Nya dalam sejarah kehidupan manusia sehari-hari dalam dunia. Manusia adalah subyek-pelaku dalam peristiwa-peristiwa penyataan diri Allah, sehingga dapat secara aktif mengakui dan terlibat dalam penyatan Allah itu melalui refleksi atas praxis masa kini dalam dunia. Tema generatif yang akan mendukung jalannya gerakan 1 hingga 5 sebaiknya dipilih oleh pemimpin.
Tema generatif yang disiapkan berdasarkan Yesaya 1: 1-31 adalah Sejatikah ibadahku?. Tema ini diangkat berdasarkan kenyataan zaman sekarang, di mana ibadah seringkali dianggap hanya sebagai rutinitas belaka tanpa dihidupi, tanpa dijiwai. “Yang penting saya hadir” atau “yang penting saya memberi persembahan” merupakan ungkapan yang sudah tidak asing di telinga kita. Padahal, ibadah merupakan salah satu sarana manusia bertemu dengan Sang Pemberi Hidup dan sesama penerima hidup. Banyak orang seringkali lupa bahwa ibadah ialah mempersembahkan hidup yang apa adannya di hadapan Sang Pemberi Hidup; ibadah juga sebagai sarana untuk manusia mengucap syukur untuk segala sesuatu yang telah Tuhan anugerahkan. Karena terlalu terbiasa inilah ‘jiwa ibadah’ perlahan-lahan menguap. Selain itu, pemahaman orang akan ibadah hanya seputar di gereja, di wilayah pelayanan, tanpa menyadari bahwa melayani orang yang membutuhkan uluran tangan kita (orang miskin, yatim-piatu, dll) pun termasuk ibadah.  “Sejatikah ibadahku?” Sekiranya dapat ‘menyentil’ hati nurani kita yang terjebak dalam formalitas dan sikap individual tingkat tinggi.
1.      G1 Ekspresi/cerita praksis masa kini
G1 merupakan langkah pertama dalam proses pemahaman alkitab dengan metode SCP. Dalam G1 peserta diharapkan menceritakan pengalaman (life story telling) sesuai dengan tema generatif yang telah ditentukan dalam aktifitas terfokus. Pengalaman yang disampaikan bisa pengalaman yang langsung dialami peserta, bisa juga pengalaman melalui media. Kedua pengalaman ini valid karena sama-sama mencerminkan realita hidup masa kini.
Pertanyaan panduan yang dapat digunakan dalam G1 misalnya
Apa yang anda ketahui tentang ibadah?
Siapa yang pertama kali mengenalkan ibadah pada anda?
Masih ingatkah apa yang dikatakan orang yang mengajak anda beribadah?
Apa yang dirasakan selama ini beribadah, entah di gereja maupun di wilayah?
Apa yang selama ini didapat ketika mengikuti ibadah-ibadah tersebut?
Pemimpin diharapkan untuk tidak banyak bicara. Pemimpin hanya berfungsi sebagai penuntun dalam jalannya PA ini. Bila pada G1 peserta merasa enggan untuk memulai bercerita, pemimpin dapat memulai memberikan contoh. Pemimpin juga tidak boleh memaksa peserta untuk bercerita. Biarlah cerita yang ingin disampaikan peserta benar-benar dengan keikhlasan hati, sehingga pada gerakan selanjutnya tidak terlalu mengalami hambatan yang berarti.
Jawaban yang diberikan peserta bisa seperti:
Ibadah yang saya tahu ialah bertemu Tuhan serta berbakti bersama di gereja. Ketika saya datang beribadah, mungkin saja saya sedang berduka dan saya berharap mendapat penguatan lewat firman Tuhan yang disampaikan. Dan memang benar, kadang firman yang saya dapat sesuai dengan pergumulan yang sedang saya alami.
Pengalaman yang diceritakan peserta bisa saja positif, namun bisa juga negatif. Dalam hal ini, pemimpin harus kreatif dalam mengarahkan peserta dalam bercerita.


2.      G2 Refleksi kritis aksi masa kini
Setelah peserta menceritakan pengalaman mereka masing-masing, mereka dapat bergerak pada langkah kedua, yaitu refleksi kritis aksi masa kini. Dalam G2, pengalaman yang diceritakan dapat direfleksikan oleh peserta. Tujuannya ialah peserta dapat memperdalam kesadaran kritis terhadap praksis masa kini. Pertanyaan seperti mengapa bisa terjadi (das sein) atau bagaimana seharusnya (das sollen) dapat menjadi panduan bagi peserta untuk berefleksi secara kritis terhadap pengalaman mereka. Bisa juga menggunakan ilmu-ilmu sosial atau pakar dalam bidang yang terkait dengan tema generatif untuk menganalisis pengalaman yang ada. Sudut pandang yang dapat digunakan untuk menganalisis pengalaman-pengalaman peserta ialah sudut pandang masa kini (alasan, penyebab, analisis sosial), masa lalu (analisis sejarah), dan masa depan (imajinasi peserta). Dalam beberapa kasus, G1 dan G2 dapat berjalan sekaligus.
Pada G2, pemimpin dapat memberikan pertanyaan untuk mengajak peserta berefleksi. Pertanyaannya dapat berupa
Apa yang selama ini mendorong anda beribadah/apa motivasi anda beribadah?
Apakah menurut anda motivasi anda beribadah selama ini benar atau salah?
Dari jawaban yang diberikan oleh peserta, pemimpin dapat memberikan pertanyaan yang lebih mendalam lagi, seperti
Apakah hanya dengan ibadah di gereja seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan?
Apakah ada cara lain dalam melakukan ibadah?
Harus diingat bahwa pemimpin tidak boleh memberikan kesimpulan atas jawaban peserta. Biarkan peserta yang berefleksi sendiri atas jawaban mereka. Selain itu, pemimpin harus menyadari bahwa peserta sulit untuk berefleksi.
Oleh karena itu, pada bagian ini pemimpin dapat menyanyikan sebuah lagu untuk peserta hayati sebagai jawaban dan refleksi atas pertanyaan pemimpin.
Lagu yang dinyanyikan dari PKJ 246, Apalah arti ibadahmu, bait yang pertama dan kedua:
       [1] Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
       bila tiada rela sujud dan sungkur?
       Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
       bila tiada hati tulus dan syukur?
[2] Marilah ikut melayani orang berkeluh,
agar iman tetap kuat serta teguh.
Itulah tugas pelayanan, juga panggilan,
persembahan yang berkenan bagi Tuhan
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Setelah pemimpin selesai menyanyikan lagu tersebut, pemimpin memberikan waktu sejenak pada peserta untuk merenung kemudian bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Bila masih sulit, pemimpin bisa terlebih dahulu memberikan contoh.
3.      G3 Jalan masuk kepada Cerita dan Visi Kristen
Dapat dilihat bahwa G1 dan G2 berpusat pada kehidupan peserta. Sedangkan G3 berpusat pada iman. Oleh karena itu, pada G3 peserta diajak untuk masuk ke dalam Cerita dan Visi Kristen melalui Alkitab. Cerita Kristen mencakup kitab suci, tradisi, liturgi, pengakuan iman, dogma, doktrin, teologi, sakramen dan ritual; simbol, mite, gesture, dan pola bahasa religius; spiritualitas, nilai, hukum, dan gaya hidup yang diharapkan; lagu dan musik, tarian dan drama; seni, kerajinan tangan, dan arsitektur; kenangan akan orang-orang kudus, pengudusan waktu dan perayaan masa-masa kudus, apresiasi terhadap tempat-tempat kudus; struktur komunitas dan bentuk pemerintahan gereja dan sebagainya. Sedangkan Visi Kristen adalah pemerintahan Allah – kedatangan yang sedang berlangsung sebagai pemenuhan atas maksud Allah bagi umat manusia, sejarah, dan seluruh ciptaan; janji keselamatan, pengharapan, kebenaran, kebijaksanaan, prinsip etis, tanggung jawab orang beriman.
Dalam membaca dan menafsir Alkitab, pemimpin harus bertanggung jawab dan berorientasi pada pemerintahan Allah. Berorientasi pada pemerintahan Allah dimaksudkan agar si pembaca dan penafsir Alkitab dapat menghargai orang yang berbeda (agama, budaya, sosial, dsb), bersikap membebaskan/tidak menindas kelompok yang lemah, menunjang keadilan dan perdamaian, anti-kekerasan, dan sesuai dengan maksud Allah menciptakan dunia dan isinya.
Sebelum membaca perikop yang disediakan, peserta diajak untuk mengetahui latar belakang kitab Yesaya. Pemimpin dapat memberikan keterangan seperti:
Yesaya 1 merupakan bagian dari kitab Proto/pertama Yesaya, nubuat dari nabi Yesaya sebelum bangsa Israel dibuang ke Babel. Letak Israel saat itu sangatlah strategis untuk perdagangan sehingga menambah potensi dan kekayaan Negara. Oleh karena itu, timbullah golongan pedagang yang kaya dan berpengaruh. Mereka inilah yang turut mempengaruhi para pemimpin dan pejabat sehingga menimbulkan gejolak-gejolak sosial dan kemerosotan moral, kesenjangan yang sangat antara si kaya dan si miskin, pelecehan keadilan dan kebenaran dan sebagainya.
Suasana yang bisa dikatakan begitu ‘cerah’ segera berubah menjadi suram karena ‘awan gelap’ yang menudungi mereka. Awan gelap yang dimaksud yaitu timbulnya adikuasa baru yang datang dari Timur Laut, yaitu Asyur. Pada awalnya Israel Utara yang jatuh ke tangan Asyur – Yehuda mengalah terhadap Asyur sehingga masih bisa selamat. Namun pada akhirnya, Yehuda pun memberontak terhadap Asyur dengan bantuan Mesir. Di situasi inilah Yesaya muncul dan memberikan pesannya. Yesaya menasihatkan agar Yehuda tetap bersandar hanya kepada Tuhan, dan jangan kepada Negara lain.
Setelah itu, pemimpin dapat mempersilahkan peserta membaca perikop yang telah disiapkan. Pembacaan Alkitab dapat dilakukan secara bergiliran agar situasi dialog terus tercipta. Kemudian pemimpin dapat memberikan tafsiran yang telah dipersiapkan untuk menolong peserta mengerti akan teks yang telah dibaca.
Yesaya 1 : 1-31[3] merupakan rangkaian dari tema besar Nubuat-nubuat mengenai Yehuda dan Sion (1:1-5:30). Yesaya 1 sendiri berbicara beberapa tema berbeda sekaligus yaitu Pengeluhan Tuhan tentang kefasikan umat-Nya (1:2-9), Seruan untuk meninggalkan ibadah yang sia-sia (1:10-20), hukuman yang mengerikan atas Israel (1:21-28), dan kultus kesuburan Kanaani yang sia-sia – Baalisme (1: 29-31).
Dalam PA ini, pemimpin dapat mengkhususkan perikop yang mendukung tema generatif. Oleh karena itu perikop yang akan dibahas secara mendalam adalah Yesaya 1: 10-20, seruan untuk meninggalkan ibadah yang sia-sia, namun tidak meninggalkan tema-tema yang lain sepenuhnya, karena tema lain turut membangun konteks perikop yang telah dipilih.
Ayat 2-9, digambarkan keluhan Tuhan terhadap kefasikan umat-Nya, umat yang dianggap sebagai pilihan-Nya. Betapa kecewanya Tuhan terlihat dari kata-kata-Nya yang tidak lagi menyebut “umat-Ku” terhadap bangsa Israel melainkan “bangsa yang berdosa” (Ibr.: גּ֣וֹי חֹטֵ֗א  - goi hote) istilah yang hanya dipakai untuk bangsa “kafir”, bangsa selain Israel yang adalah am YHWH. Ini juga menunjukkan bahwa Israel benar-benar sudah murtad sama sekali. Oleh karena itu, pada ayat 10-20, nabi memperserukan pertobatan bagi bangsa Israel.
Pada abad ke-8 SM merupakan zaman yang makmur bagi Negara di Timur Tengah, termasuk Israel, karena letaknya yang strategis untuk jalur perdagangan. Kekayaan yang di dapat oleh, terutama pemimpin Israel, sayangnya disalahgunakan dalam ibadah mereka yang dikatakan penuh kemunafikan.
Ayat 10-15. Jika pada ayat-ayat sebelumnya Israel dinyatakan sarat dengan kesalahan dan kejahatan, maka dalam ayat ini dinyatakan bahwa inti dosa mereka adalah ibadah yang penuh dengan kemunafikan terhadap Tuhan. Kehidupan religius mereka diganti dengan kegiatan munafik yang hanya untuk memuaskan diri sendiri dan sebagai suatu pamer kesalehan diri sendiri. Hal itu diperlihatkan dengan banyaknya korban persembahan, pesta-pesta perayaan yang meriah, sambil menaikkan doa dengan tangan menengadah kepada Tuhan, namun itu semua sia-sia di mata Tuhan. IA malah sangat membenci perayaan yang mereka adakan, dan persembahan yang mereka bawa adalah kejijikan bagi-Nya, karena mereka membawa persembahan dan doa mereka dengan tangan yang berlumuran darah serta mereka menelantarkan janda dan yatim yang seharusnya diperhatikan (ayat 16-17). Karena menurut tatanan sosial orang Israel pada zaman dulu, janda dan anak-anak yatim menduduki kelas sosial yang terendah.
Ayat 16-17, Tuhan  menginginkan keadilan bagi anak yatim dan para janda lewat orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu yang pertama, Tuhan ingin mereka (dapat dikatakan para pejabat dan petinggi Israel) bertobat dari segala tingkahnya yang jahat serta meninggalkan ibadah mereka yang sia-sia karena meskipun mereka beribadah, mereka tetap berbuat jahat, melakukan praktek ketidakadilah, membunuh, serta tidak perduli terhadap anak-anak yatim dan para janda. Oleh karena itu, nabi menyerukan kepada umat untuk bertobat dan lebih peduli serta mengusahakan keadilan bagi janda dan anak yatim.
Ayat 18-20, berisi pengampunan dosa yang diberikan oleh Tuhan. Berita pengampunan dosa ini tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan ayat yang sebelumnya, dimana kecaman dan kekecewaan Tuhan sangat nampak. Selain itu di ayat ini diberikan dua pilihan bagi bangsa Israel yaitu jikalau mereka mau menurut dan mau mendengar firman-Nya maka dosa mereka yang banyak itu dihapuskan dan dapat memakan hasil yang baik dari negeri mereka dan jika mereka tetap dengan dosa mereka, maka tidak ada keselamatan bagi mereka. Bangsa Israel sendiri yang harus memilih dan menentukan tindakan mereka sebagai respon terhadap anugerah Tuhan. Nabi pun pada ayat 20 menegaskan bahwa “sungguh, Tuhan yang mengucapkannya” secara implisit berkata turutilah kata Tuhan.
Ayat 21-31 merupakan hukuman atas Yerusalem. Hukuman ini diberikan karena kenistaan Yerusalem. Namun tujuan dari hukum ini ialah menjernihkan dan membangun kembali Yerusalem.
Setelah itu, pemimpin dapat memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya atau memberikan masukan terhadap tafsiran yang diberikan. Pendapat dari peserta bisa memperkaya peserta lain dan juga pemimpin.
4.      G4 Hermeneutik dialektis untuk mengambil makna Cerita dan Visi Kristen bagi              cerita-cerita dan visi-visi peserta
Setelah peserta diajak masuk ke dalam Cerita dan Visi Kristen, peserta dapat mendialogkan pengalaman mereka yang telah direfleksikan dengan Cerita dan Visi Kristen tersebut. Dalam gerakan ini, peserta diharapkan mengambil makna untuk dirinya sendiri, komunitas, gereja, dan juga masyarakat. Jadi, teks Alkitab dapat bermakna bagi manusia di masa sekarang. Makna yang didapat dari teks Alkitab bisa menguatkan, mengkritik, serta mempertanyakan praksis di masa kini.
Dalam G4 pemimpin dapat memberikan pertanyaan seperti
Setelah kita melihat perikop tadi, apa saja yang anda dapat mengenai ibadah kepada Tuhan?
Apakah hanya seputar memberikan korban atau lebih dari itu?
Pemimpin dapat memberikan sedikit refleksi di bagian ini seperti
Terkadang kita merasa bahwa pergi ibadah saja sudah cukup, memberikan persembahan itu lebih dari cukup, dan mendapat berkat setelah ibadah usai adalah sangat cukup.
Namun apakah kita semua tahu apa yang Tuhan mau dari kita saat kita beribadah?
Apa saja yang tidak disenangi-Nya saat kita menghadap hadirat-Nya?
Apakah melayani mereka yang miskin dan terlantar juga dapat dikatakan ibadah?
Apakah yang menjadi panggilan Tuhan terhadap kita?

Proses G4 dapat berjalan dua arah, yaitu Cerita/ Visi Kristen memperbarui cerita-cerita/visi-visi peserta, dan cerita-cerita/visi-visi peserta memperbarui pemahaman tentang Cerita/ Visi Kristen. Proses ini memungkinkan terjadinya pembaharuan terhadap ajaran dan tradisi gereja dan terhadap pemahaman teks.

5.      G5 Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman Kristen
Dalam G5 peserta akan mengambil keputusan/respon: apa yang akan dilakukan. Keputusan/respon ini adalah keputusan bersama seluruh peserta sehingga semua peserta dapat terlibat aktif dalam merealisasikan keputusan/respon tersebut.
Ada 3 dimensi respon yaitu 1. Dimensi personal yaitu transformasi diri partisipan; 2. Dimensi interpersonal yaitu transformasi hubungan partisipan dengan orang-orang lain dalam masyarakat; dan 3. Dimensi sosial-struktural yaitu transformasi sosial dalam masyarakat.
3 dimensi ini haruslah berjalan seimbang dengan pertimbangan bila terlalu personal maka kesalehan pribadi yang akan menonjol. Bila terlalu interpersonal maka diakonia karitatif (dan reformatif) yang menonjol, sedangkan bila terlalu sosial-struktural maka kurang ada perubahan pribadi. Karena itu, keseimbangan sangatlah penting dalam mengambil keputusan/respon.
Pemimpin dalam gerakan ini dapat menggugah peserta untuk mengambil keputusan/respon berdasarkan hasil refleksi mereka yang didialogkan dengan perikop.
Pemimpin dapat kembali mengajak peserta menyanyikan lagu Apalah arti ibadahmu bait ketiga:
 [3] Berbahagia orang yang hidup beribadah,
yang melayani orang susah dan lemah
dan penuh kasih menolong orang yang terbeban;
itulah tanggung jawab orang beriman.
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.

Setelah itu pemimpin mengajak mereka untuk menuliskan di secarik kertas apa yang menjadi komitmen mereka secara pribadi akan ibadah kepada Tuhan, dan apa yang akan mereka lakukan untuk sesama mereka. Komitmen secara sosial-struktural bisa disepakati secara bersama oleh peserta.
Keputusan personal peserta misalnya,
Saya jadi menyadari bahwa ibadah itu bukan saja mengenai bagaimana membangun relasi yang intim bersama dengan Tuhan tetapi bagaimana membangun relasi yang baik dengan sesama, terutama sesama yang sangat membutuhkan kita. Saya secara pribadi akan terlebih dahulu memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan yang selama ini rusak, di mana hanya ada formalitas dan biar ‘dilihat’ orang bahwa saya beribadah tanpa saya menjiwainya, tanpa hati saya berada dalamnya. Saya bukan siapa-siapa. Dan bila disentil Tuhan pun saya akan roboh. Secara interpersonal bisa saya mulai dengan menceritakan, setidaknya, pada keluarga saya tentang apa yang saya dapat dalam PA hari ini. Saya akan mengatakan kepada mereka bahwa ibadah bukan hal yang biasa-biasa saja, namun lebih dari yang biasa. Secara sosial-kultural, mungkin kelompok PA ini dapat mengunjungi anak-anak yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, atau anak yatim dan orangtua yang di pangti jompo.
Komitmen peserta haruslah tanpa paksaan. Pemimpin hanya bertugas membimbing peserta. Selain itu, peserta dan pembimbing bisa sam-sama belajar dari refleksi pengalaman mereka masing-masing. Pemimpin juga bertugas meyakinkan peserta untuk mau melakukan apa yang menjadi komitmen mereka, sehingga aksi mereka dapat menjadi bahan refleksi di PA selanjutnya.

6.      Evaluasi dan Refleksi
Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi hasil dari G5 yang telah dilakukan peserta dan refleksi juga dilakukan untuk melihat makna dari apa yang telah dilakukan peserta sebagai wujud nyata dari komitmen mereka. Evaluasi dan refleksi juga berguna untuk menetukan tema generatif dalam PA selanjutnya, agar PA yang dilaksanakan bersifat melingkar.




Daftar Pustaka
Groome, Thomas H., Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry – The way of Shared Praxis, (West Broadway: Wipf and Stock Publishers)
Widyapranawa, Pdt. S. H., Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010 – cetakan ke-3)



[1] Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry – The way of Shared Praxis, (West Broadway: Wipf and Stock Publishers), pg. 135
[2] Groome, Sharing Faith, pg. 156
[3] Pdt. S. H. Widyapranawa, Ph.D, Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), hlm. 11-16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar