Pengantar
Gereja
masa kini masih menggunakan cara-cara yang tradisional dalam memahami Alkitab.
Cara tradisional ini juga turut membuat cara pandang jemaat tetap tradisional
sehingga tidak ada perubahan dalam gereja. Untuk itu, perlu diketahui cara-cara
dalam memahami Alkitab yang lebih modern, agar pola pikir dan cara pandang
jemaat terhadap Alkitab pun ikut berkembang, dan pada akhirnya membuat gereja
terus melangkah pada pembaharuan diri.
Salah
satu cara modern yang ditawarkan adalah Pemahaman Alkitab dengan menggunakan
metode Shared Christian Praxis (SCP). Metode
ini ditawarkan oleh Thomas Groome, dan menurutnya, SCP berarti suatu pedagogi yang partisipatif dan dialogis di mana
orang-orang berefleksi secara kritis terhadap pengalaman hidup mereka sendiri
pada suatu waktu dan tempat dan terhadap realitas sosiokultural mereka,
mempunyai akses bersama ke dalam Cerita/Visi Kristen, dan secara pribadi
mengambil maknanya dalam komunitas dengan tujuan kreatif untuk memperbarui
praksis iman Kristen menuju pemerintahan Allah bagi seluruh ciptaan. [1] Tujuan
dari metode ini ialah untuk
pemerintahan Allah, untuk pertumbuhan iman yang mencakup pengetahuan, relasi,
dan perbuatan, untuk kebebasan manusia seutuhnya, dan menghadirkan syalom Allah
di bumi.
SCP memiliki 5 Gerakan untuk memandu persiapan dan
jalannya sebuah PA, yaitu
1. Gerakan 1 (G1), Ekspresi/cerita praksis masa
kini
2. G2, Refleksi kritis aksi masa kini
3. G3, Jalan masuk kepada Cerita dan Visi
Kristen
4. G4, Hermeneutik dialektis untuk mengambil makna
Cerita dan Visi Kristen bagi cerita-cerita dan visi-visi peserta
5. G5, Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman
Kristen
Sebelum gerakan-gerakan ini dipersiapkan dan dijalankan,
paling pertama harus ditentukan Aktifitas Terfokus yang di dalamnya ada tema
generatif.
Dalam paper ini akan dipaparkan simulasi PA dalam
sebuah wilayah pelayanan dengan Kategori Dewasa (25-35thn) di jemaat GMIT
Talitakumi Kupang.
Bahan : Yesaya 1: 1-31
Aktivitas
Terfokus
Pada prinsipnya dalam aktifitas terfokus, peserta
diarahkan ke praksis masa kini dalam ruang dan waktu. Di sinilah tema generatif
ditentukan. Tema generatif adalah isu historis berupa pertanyaan, nilai,
kepercayaan, konsep, peristiwa, situasi dan sebagainya, yang membuat peserta
terlibat aktif karena isu itu penting dan berarti.[2]
Penting dan berarti karena merupakan aspek dari kehidupan dan kenyataan hidup.
Secara Teologis, dalam aktifitas terfokus, Allah secara aktif menyatakan
diri-Nya dalam sejarah kehidupan manusia sehari-hari dalam dunia. Manusia
adalah subyek-pelaku dalam peristiwa-peristiwa penyataan diri Allah, sehingga
dapat secara aktif mengakui dan terlibat dalam penyatan Allah itu melalui
refleksi atas praxis masa kini dalam dunia. Tema generatif yang akan mendukung
jalannya gerakan 1 hingga 5 sebaiknya dipilih oleh pemimpin.
Tema
generatif yang disiapkan berdasarkan Yesaya 1: 1-31 adalah Sejatikah ibadahku?.
Tema ini diangkat berdasarkan kenyataan zaman sekarang, di mana ibadah
seringkali dianggap hanya sebagai rutinitas belaka tanpa dihidupi, tanpa
dijiwai. “Yang penting saya hadir” atau “yang penting saya memberi persembahan”
merupakan ungkapan yang sudah tidak asing di telinga kita. Padahal, ibadah
merupakan salah satu sarana manusia bertemu dengan Sang Pemberi Hidup dan sesama
penerima hidup. Banyak orang seringkali lupa bahwa ibadah ialah mempersembahkan
hidup yang apa adannya di hadapan Sang Pemberi Hidup; ibadah juga sebagai
sarana untuk manusia mengucap syukur untuk segala sesuatu yang telah Tuhan
anugerahkan. Karena terlalu terbiasa inilah ‘jiwa ibadah’ perlahan-lahan
menguap. Selain itu, pemahaman orang akan ibadah hanya seputar di gereja, di
wilayah pelayanan, tanpa menyadari bahwa melayani orang yang membutuhkan uluran
tangan kita (orang miskin, yatim-piatu, dll) pun termasuk ibadah. “Sejatikah ibadahku?” Sekiranya dapat
‘menyentil’ hati nurani kita yang terjebak dalam formalitas dan sikap
individual tingkat tinggi.
1.
G1 Ekspresi/cerita
praksis masa kini
G1 merupakan langkah
pertama dalam proses pemahaman alkitab dengan metode SCP. Dalam G1 peserta
diharapkan menceritakan pengalaman (life
story telling) sesuai dengan tema generatif yang telah ditentukan dalam
aktifitas terfokus. Pengalaman yang disampaikan bisa pengalaman yang langsung
dialami peserta, bisa juga pengalaman melalui media. Kedua pengalaman ini valid
karena sama-sama mencerminkan realita hidup masa kini.
Pertanyaan panduan yang dapat digunakan dalam G1 misalnya
Apa yang anda ketahui tentang ibadah?
Siapa yang pertama kali mengenalkan ibadah
pada anda?
Masih ingatkah apa yang dikatakan orang yang
mengajak anda beribadah?
Apa yang dirasakan selama ini beribadah,
entah di gereja maupun di wilayah?
Apa yang selama ini didapat ketika mengikuti
ibadah-ibadah tersebut?
Pemimpin diharapkan
untuk tidak banyak bicara. Pemimpin hanya berfungsi sebagai penuntun dalam
jalannya PA ini. Bila pada G1 peserta merasa enggan untuk memulai bercerita,
pemimpin dapat memulai memberikan contoh. Pemimpin juga tidak boleh memaksa
peserta untuk bercerita. Biarlah cerita yang ingin disampaikan peserta
benar-benar dengan keikhlasan hati, sehingga pada gerakan selanjutnya tidak
terlalu mengalami hambatan yang berarti.
Jawaban yang diberikan peserta bisa seperti:
Ibadah yang saya tahu ialah bertemu Tuhan
serta berbakti bersama di gereja. Ketika saya datang beribadah, mungkin saja
saya sedang berduka dan saya berharap mendapat penguatan lewat firman Tuhan
yang disampaikan. Dan memang benar, kadang firman yang saya dapat sesuai dengan
pergumulan yang sedang saya alami.
Pengalaman yang
diceritakan peserta bisa saja positif, namun bisa juga negatif. Dalam hal ini, pemimpin
harus kreatif dalam mengarahkan peserta dalam bercerita.
2.
G2 Refleksi
kritis aksi masa kini
Setelah peserta
menceritakan pengalaman mereka masing-masing, mereka dapat bergerak pada
langkah kedua, yaitu refleksi kritis aksi masa kini. Dalam G2, pengalaman yang
diceritakan dapat direfleksikan oleh peserta. Tujuannya ialah peserta dapat memperdalam
kesadaran kritis terhadap praksis masa kini. Pertanyaan seperti mengapa bisa
terjadi (das sein) atau bagaimana
seharusnya (das sollen) dapat menjadi
panduan bagi peserta untuk berefleksi secara kritis terhadap pengalaman mereka.
Bisa juga menggunakan ilmu-ilmu sosial atau pakar dalam bidang yang terkait
dengan tema generatif untuk menganalisis pengalaman yang ada. Sudut pandang
yang dapat digunakan untuk menganalisis pengalaman-pengalaman peserta ialah
sudut pandang masa kini (alasan, penyebab, analisis sosial), masa lalu
(analisis sejarah), dan masa depan (imajinasi peserta). Dalam beberapa kasus,
G1 dan G2 dapat berjalan sekaligus.
Pada G2,
pemimpin dapat memberikan pertanyaan untuk mengajak peserta berefleksi.
Pertanyaannya dapat berupa
Apa yang selama ini mendorong anda
beribadah/apa motivasi anda beribadah?
Apakah menurut anda motivasi anda
beribadah selama ini benar atau salah?
Dari
jawaban yang diberikan oleh peserta, pemimpin dapat memberikan pertanyaan yang
lebih mendalam lagi, seperti
Apakah hanya dengan ibadah di
gereja seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan?
Apakah ada cara lain dalam
melakukan ibadah?
Harus
diingat bahwa pemimpin tidak boleh memberikan kesimpulan atas jawaban peserta.
Biarkan peserta yang berefleksi sendiri atas jawaban mereka. Selain itu,
pemimpin harus menyadari bahwa peserta sulit untuk berefleksi.
Oleh
karena itu, pada bagian ini pemimpin dapat menyanyikan sebuah lagu untuk
peserta hayati sebagai jawaban dan refleksi atas pertanyaan pemimpin.
Lagu yang
dinyanyikan dari PKJ 246, Apalah arti ibadahmu, bait yang pertama dan kedua:
[1] Apalah arti
ibadahmu kepada Tuhan,
bila tiada rela sujud dan sungkur?
Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
bila tiada hati tulus dan syukur?
bila tiada rela sujud dan sungkur?
Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan,
bila tiada hati tulus dan syukur?
[2] Marilah ikut melayani
orang berkeluh,
agar iman tetap kuat serta teguh.
Itulah tugas pelayanan, juga panggilan,
persembahan yang berkenan bagi Tuhan
agar iman tetap kuat serta teguh.
Itulah tugas pelayanan, juga panggilan,
persembahan yang berkenan bagi Tuhan
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Setelah
pemimpin selesai menyanyikan lagu tersebut, pemimpin memberikan waktu sejenak
pada peserta untuk merenung kemudian bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.
Bila masih sulit, pemimpin bisa terlebih dahulu memberikan contoh.
3.
G3 Jalan
masuk kepada Cerita dan Visi Kristen
Dapat dilihat bahwa G1 dan G2 berpusat pada
kehidupan peserta. Sedangkan G3 berpusat pada iman. Oleh karena itu, pada G3
peserta diajak untuk masuk ke dalam Cerita dan Visi Kristen melalui Alkitab. Cerita
Kristen mencakup kitab suci, tradisi, liturgi, pengakuan iman, dogma, doktrin,
teologi, sakramen dan ritual; simbol, mite, gesture, dan pola bahasa religius;
spiritualitas, nilai, hukum, dan gaya hidup yang diharapkan; lagu dan musik,
tarian dan drama; seni, kerajinan tangan, dan arsitektur; kenangan akan
orang-orang kudus, pengudusan waktu dan perayaan masa-masa kudus, apresiasi
terhadap tempat-tempat kudus; struktur komunitas dan bentuk pemerintahan gereja dan sebagainya.
Sedangkan Visi Kristen adalah pemerintahan Allah – kedatangan yang sedang
berlangsung sebagai pemenuhan atas maksud Allah bagi umat manusia, sejarah, dan
seluruh ciptaan; janji keselamatan, pengharapan, kebenaran, kebijaksanaan,
prinsip etis, tanggung jawab orang
beriman.
Dalam membaca dan menafsir Alkitab, pemimpin harus
bertanggung jawab dan berorientasi pada pemerintahan Allah. Berorientasi pada
pemerintahan Allah dimaksudkan agar si pembaca dan penafsir Alkitab dapat
menghargai orang yang berbeda (agama, budaya, sosial, dsb), bersikap
membebaskan/tidak menindas kelompok yang lemah, menunjang keadilan dan
perdamaian, anti-kekerasan, dan sesuai dengan maksud Allah menciptakan dunia
dan isinya.
Sebelum
membaca perikop yang disediakan, peserta diajak untuk mengetahui latar belakang
kitab Yesaya. Pemimpin dapat memberikan keterangan seperti:
Yesaya 1 merupakan
bagian dari kitab Proto/pertama Yesaya, nubuat dari nabi Yesaya sebelum bangsa
Israel dibuang ke Babel. Letak Israel saat itu sangatlah strategis untuk
perdagangan sehingga menambah potensi dan kekayaan Negara. Oleh karena itu,
timbullah golongan pedagang yang kaya dan berpengaruh. Mereka inilah yang turut
mempengaruhi para pemimpin dan pejabat sehingga menimbulkan gejolak-gejolak
sosial dan kemerosotan moral, kesenjangan yang sangat antara si kaya dan si
miskin, pelecehan keadilan dan kebenaran dan sebagainya.
Suasana yang bisa
dikatakan begitu ‘cerah’ segera berubah menjadi suram karena ‘awan gelap’ yang
menudungi mereka. Awan gelap yang dimaksud yaitu timbulnya adikuasa baru yang
datang dari Timur Laut, yaitu Asyur. Pada awalnya Israel Utara yang jatuh ke
tangan Asyur – Yehuda mengalah terhadap Asyur sehingga masih bisa selamat.
Namun pada akhirnya, Yehuda pun memberontak terhadap Asyur dengan bantuan
Mesir. Di situasi inilah Yesaya muncul dan memberikan pesannya. Yesaya
menasihatkan agar Yehuda tetap bersandar hanya kepada Tuhan, dan jangan kepada
Negara lain.
Setelah
itu, pemimpin dapat mempersilahkan peserta membaca perikop yang telah
disiapkan. Pembacaan Alkitab dapat dilakukan secara bergiliran agar situasi
dialog terus tercipta. Kemudian pemimpin dapat memberikan tafsiran yang telah
dipersiapkan untuk menolong peserta mengerti akan teks yang telah dibaca.
Yesaya 1 : 1-31[3]
merupakan rangkaian dari tema besar Nubuat-nubuat mengenai Yehuda dan Sion
(1:1-5:30). Yesaya 1 sendiri berbicara beberapa tema berbeda sekaligus yaitu
Pengeluhan Tuhan tentang kefasikan umat-Nya (1:2-9), Seruan untuk meninggalkan
ibadah yang sia-sia (1:10-20), hukuman yang mengerikan atas Israel (1:21-28),
dan kultus kesuburan Kanaani yang sia-sia – Baalisme (1: 29-31).
Dalam PA ini, pemimpin
dapat mengkhususkan perikop yang mendukung tema generatif. Oleh karena itu
perikop yang akan dibahas secara mendalam adalah Yesaya 1: 10-20, seruan untuk
meninggalkan ibadah yang sia-sia, namun tidak meninggalkan tema-tema yang lain
sepenuhnya, karena tema lain turut membangun konteks perikop yang telah
dipilih.
Ayat 2-9, digambarkan
keluhan Tuhan terhadap kefasikan umat-Nya, umat yang dianggap sebagai
pilihan-Nya. Betapa kecewanya Tuhan terlihat dari kata-kata-Nya yang tidak lagi
menyebut “umat-Ku” terhadap bangsa Israel melainkan “bangsa yang berdosa”
(Ibr.: גּ֣וֹי חֹטֵ֗א - goi hote) istilah yang hanya dipakai
untuk bangsa “kafir”, bangsa selain Israel yang adalah am YHWH. Ini juga
menunjukkan bahwa Israel benar-benar sudah murtad sama sekali. Oleh karena itu,
pada ayat 10-20, nabi memperserukan pertobatan bagi bangsa Israel.
Pada
abad ke-8 SM merupakan zaman yang makmur bagi Negara di Timur Tengah, termasuk
Israel, karena letaknya yang strategis untuk jalur perdagangan. Kekayaan yang
di dapat oleh, terutama pemimpin Israel, sayangnya disalahgunakan dalam ibadah
mereka yang dikatakan penuh kemunafikan.
Ayat
10-15. Jika pada ayat-ayat sebelumnya Israel dinyatakan sarat dengan kesalahan
dan kejahatan, maka dalam ayat ini dinyatakan bahwa inti dosa mereka adalah
ibadah yang penuh dengan kemunafikan terhadap Tuhan. Kehidupan religius mereka
diganti dengan kegiatan munafik yang hanya untuk memuaskan diri sendiri dan
sebagai suatu pamer kesalehan diri sendiri. Hal itu diperlihatkan dengan
banyaknya korban persembahan, pesta-pesta perayaan yang meriah, sambil
menaikkan doa dengan tangan menengadah kepada Tuhan, namun itu semua sia-sia di
mata Tuhan. IA malah sangat membenci perayaan yang mereka adakan, dan
persembahan yang mereka bawa adalah kejijikan bagi-Nya, karena mereka membawa
persembahan dan doa mereka dengan tangan yang berlumuran darah serta mereka
menelantarkan janda dan yatim yang seharusnya diperhatikan (ayat 16-17). Karena
menurut tatanan sosial orang Israel pada zaman dulu, janda dan anak-anak yatim
menduduki kelas sosial yang terendah.
Ayat
16-17, Tuhan menginginkan keadilan bagi
anak yatim dan para janda lewat orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu
yang pertama, Tuhan ingin mereka (dapat dikatakan para pejabat dan petinggi
Israel) bertobat dari segala tingkahnya yang jahat serta meninggalkan ibadah
mereka yang sia-sia karena meskipun mereka beribadah, mereka tetap berbuat
jahat, melakukan praktek ketidakadilah, membunuh, serta tidak perduli terhadap
anak-anak yatim dan para janda. Oleh karena itu, nabi menyerukan kepada umat
untuk bertobat dan lebih peduli serta mengusahakan keadilan bagi janda dan anak
yatim.
Ayat
18-20, berisi pengampunan dosa yang diberikan oleh Tuhan. Berita pengampunan
dosa ini tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan ayat yang sebelumnya,
dimana kecaman dan kekecewaan Tuhan sangat nampak. Selain itu di ayat ini
diberikan dua pilihan bagi bangsa Israel yaitu jikalau mereka mau menurut dan
mau mendengar firman-Nya maka dosa mereka yang banyak itu dihapuskan dan dapat
memakan hasil yang baik dari negeri mereka dan jika mereka tetap dengan dosa
mereka, maka tidak ada keselamatan bagi mereka. Bangsa Israel sendiri yang
harus memilih dan menentukan tindakan mereka sebagai respon terhadap anugerah
Tuhan. Nabi pun pada ayat 20 menegaskan bahwa “sungguh, Tuhan yang
mengucapkannya” secara implisit berkata turutilah kata Tuhan.
Ayat
21-31 merupakan hukuman atas Yerusalem. Hukuman ini diberikan karena kenistaan Yerusalem.
Namun tujuan dari hukum ini ialah menjernihkan dan membangun kembali Yerusalem.
Setelah itu, pemimpin dapat memberikan kesempatan
pada peserta untuk bertanya atau memberikan masukan terhadap tafsiran yang
diberikan. Pendapat dari peserta bisa memperkaya peserta lain dan juga
pemimpin.
4. G4 Hermeneutik
dialektis untuk mengambil makna Cerita dan Visi Kristen bagi cerita-cerita
dan visi-visi peserta
Setelah peserta diajak masuk ke dalam Cerita dan Visi
Kristen, peserta dapat mendialogkan pengalaman mereka yang telah direfleksikan
dengan Cerita dan Visi Kristen tersebut. Dalam gerakan ini, peserta diharapkan
mengambil makna untuk dirinya sendiri, komunitas, gereja, dan juga masyarakat.
Jadi, teks Alkitab dapat bermakna bagi manusia di masa sekarang. Makna yang
didapat dari teks Alkitab bisa menguatkan, mengkritik, serta mempertanyakan praksis
di masa kini.
Dalam G4 pemimpin dapat memberikan
pertanyaan seperti
Setelah
kita melihat perikop tadi, apa saja yang anda dapat mengenai ibadah kepada
Tuhan?
Apakah
hanya seputar memberikan korban atau lebih dari itu?
Pemimpin dapat memberikan sedikit
refleksi di bagian ini seperti
Terkadang
kita merasa bahwa pergi ibadah saja sudah cukup, memberikan persembahan itu
lebih dari cukup, dan mendapat berkat setelah ibadah usai adalah sangat cukup.
Namun
apakah kita semua tahu apa yang Tuhan mau dari kita saat kita beribadah?
Apa
saja yang tidak disenangi-Nya saat kita menghadap hadirat-Nya?
Apakah
melayani mereka yang miskin dan terlantar juga dapat dikatakan ibadah?
Apakah
yang menjadi panggilan Tuhan terhadap kita?
Proses G4 dapat berjalan dua arah, yaitu Cerita/ Visi Kristen
memperbarui cerita-cerita/visi-visi peserta, dan cerita-cerita/visi-visi peserta
memperbarui pemahaman tentang Cerita/ Visi Kristen. Proses ini memungkinkan
terjadinya pembaharuan terhadap ajaran dan tradisi gereja dan terhadap
pemahaman teks.
5.
G5 Keputusan/respon untuk hidup sesuai iman
Kristen
Dalam G5 peserta akan mengambil keputusan/respon: apa yang
akan dilakukan. Keputusan/respon ini adalah keputusan bersama seluruh peserta
sehingga semua peserta dapat terlibat aktif dalam merealisasikan keputusan/respon
tersebut.
Ada 3 dimensi respon yaitu 1. Dimensi personal yaitu
transformasi diri partisipan; 2. Dimensi interpersonal yaitu transformasi
hubungan partisipan dengan orang-orang lain dalam masyarakat; dan 3. Dimensi
sosial-struktural yaitu transformasi sosial dalam masyarakat.
3 dimensi ini haruslah berjalan seimbang dengan pertimbangan
bila terlalu personal maka kesalehan pribadi yang akan menonjol. Bila terlalu
interpersonal maka diakonia karitatif (dan reformatif) yang menonjol, sedangkan
bila terlalu sosial-struktural maka kurang ada perubahan pribadi. Karena itu,
keseimbangan sangatlah penting dalam mengambil keputusan/respon.
Pemimpin dalam gerakan ini dapat
menggugah peserta untuk mengambil keputusan/respon berdasarkan hasil refleksi
mereka yang didialogkan dengan perikop.
Pemimpin
dapat kembali mengajak peserta menyanyikan lagu Apalah arti ibadahmu bait
ketiga:
[3] Berbahagia orang yang hidup beribadah,
yang melayani orang susah dan lemah
dan penuh kasih menolong orang yang terbeban;
itulah tanggung jawab orang beriman.
yang melayani orang susah dan lemah
dan penuh kasih menolong orang yang terbeban;
itulah tanggung jawab orang beriman.
Refrein:
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan.
Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan,
jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan.
Setelah
itu pemimpin mengajak mereka untuk menuliskan di secarik kertas apa yang
menjadi komitmen mereka secara pribadi akan ibadah kepada Tuhan, dan apa yang
akan mereka lakukan untuk sesama mereka. Komitmen secara sosial-struktural bisa
disepakati secara bersama oleh peserta.
Keputusan
personal peserta misalnya,
Saya
jadi menyadari bahwa ibadah itu bukan saja mengenai bagaimana membangun relasi
yang intim bersama dengan Tuhan tetapi bagaimana membangun relasi yang baik
dengan sesama, terutama sesama yang sangat membutuhkan kita. Saya secara
pribadi akan terlebih dahulu memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan yang selama
ini rusak, di mana hanya ada formalitas dan biar ‘dilihat’ orang bahwa saya beribadah
tanpa saya menjiwainya, tanpa hati saya berada dalamnya. Saya bukan
siapa-siapa. Dan bila disentil Tuhan pun saya akan roboh. Secara interpersonal
bisa saya mulai dengan menceritakan, setidaknya, pada keluarga saya tentang apa
yang saya dapat dalam PA hari ini. Saya akan mengatakan kepada mereka bahwa
ibadah bukan hal yang biasa-biasa saja, namun lebih dari yang biasa. Secara
sosial-kultural, mungkin kelompok PA ini dapat mengunjungi anak-anak yang ada
di Lembaga Pemasyarakatan Anak, atau anak yatim dan orangtua yang di pangti
jompo.
Komitmen peserta haruslah tanpa
paksaan. Pemimpin hanya bertugas membimbing peserta. Selain itu, peserta dan
pembimbing bisa sam-sama belajar dari refleksi pengalaman mereka masing-masing.
Pemimpin juga bertugas meyakinkan peserta untuk mau melakukan apa yang menjadi
komitmen mereka, sehingga aksi mereka dapat menjadi bahan refleksi di PA
selanjutnya.
6. Evaluasi dan Refleksi
Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi hasil dari G5 yang
telah dilakukan peserta dan refleksi juga dilakukan untuk melihat makna dari
apa yang telah dilakukan peserta sebagai wujud nyata dari komitmen mereka.
Evaluasi dan refleksi juga berguna untuk menetukan tema generatif dalam PA
selanjutnya, agar PA yang dilaksanakan bersifat melingkar.
Daftar Pustaka
Groome,
Thomas H., Sharing
Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry –
The way of Shared Praxis, (West Broadway: Wipf and Stock Publishers)
Widyapranawa,
Pdt. S. H., Kitab
Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010 – cetakan ke-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar